Upacara
Seren Taun dan kaitannya dalam kesenian Islam
Disusun
Oleh Muhammad Allan Asobar
Prodi
Akhlak dan Tasawuf
Sekolah
Tinggi Sunan Pandan Aran Yogyakarta
Pendahuluan.
Dalam budaya Sunda perayaan tahun
baru dikenal dengan seren taun. Berdasarkan makna katanya, seren taun berarti
serah terima tahun yang telah lewat kepada tahun yang akan datang atau disebut
juga pergantian tahun. Perayaan seren taun merupakan upacara yang sangat luhung
dengan nilai-nilai dan falsafah hidup. Di dalamnya terdapat beberapa prosesi
spiritual yang mengandung nilai-nilai religius yaitu upaya pendekatan diri
kepada Tuhan sekaligus kepada alam melalui pertunjukan seni kolosal yang
diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam konteks kehidupan masyarakat
Sunda yang kental dengan budaya pertanian atau agraris, seren taun merupakan
wahana pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Bersyukur atas hasil pertanian
yang telah diperoleh pada tahun-tahun yang telah lewat dan berdoa agar
mendapatkan hasil panen yang lebih baik pada tahun-tahun yang akan datang.[1]
Sejarah
Seren taun itu sendiri dilaksanakan
setiap tanggal 22 Bulan Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan
kalender sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga
kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan hubungan antara
manusia dengan tuhan, dan juga dengan sesama mahluk atau alam baik lewat
kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya. Dan untuk sampai sekarng ini
penulis baru bisa menyimpulkan banwa upacara ini sendiri masih sampai ada di
daerah sunda tepatnya di daerah cigugur, Jawa Barat.[2]
Upacara Seren Taun diawali dengan
upacara ngajayak ( Menjemput Padi ), pada tanggal 18 Rayagung yang dilanjutkan
dengan upacara penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya pada tanggal 22
Rayagung. Ngajayak dalam bahasa sunda berarti menerima dan menyambut, sedangkan
bilangan 18 yang dalam bahasa sunda diucapkan “dalapan welas” berkonotasi welas
asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah menganugerahkan
segala kehidupan bagi umat-Nya di segenap penjuru bumi.
Puncak acara Seren Taun berupa
penumbukan padi pada tanggal 22 Rayagung juga memiliki makna tersendiri.
Bilangan 22 dimaknai sebagai rangkaian bilangan 20 dan 2. Padi yang ditumbuk
pada puncak acara sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk
ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan
sebagai benih. Bilangan 20 merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia.
Bila ditelusuri dalam sejarah,
seren taun telah berkembang sejak jaman Pajajaran. Pada saat itu pelaksanaannya
dilakukan secara serentak di seluruh wilayah kerajaan mulai dari Pakuan sampai
daerah kapuunan dan kakolotan. Perayaan seren taun berdasarkan
waktunya terbagi menjadi dua bentuk: pertama, perayaan yang sifatnya
tahunan atau disebut juga upacara seren taun guru bumi. Perayaan ini
dilaksanakan di Pakuan dan juga di seluruh wilayah kerajaan. Dan kedua, perayaan
yang sifatnya sewindu (delapan tahun) sekali yang dikenal dengan upacara seren
taun tutug galur atau biasa disebut upacara kuwera bakhti yang perayaannya
dilakukan di Pakuan saja.
Bentuk perayaan kedua upacara
tersebut sama saja, yang membedakan hanya pada kelengkapan upacara, batas waktu
dan tempat pelaksanaannya. Seren taun guru bumi dilaksanakan selama 4 hari
sebelum bulan purnama dan berakhir pada hari malam bulan purnama tanggal satu
bulan Mangsa Guru atau bulan pertama kalender Pajajaran (awal tahun). Sedangkan
seren taun tutug galur dilaksanakan selama sepuluh hari yaitu dari sepuluh hari
terakhir bulan mangsa bakti (bulan terakhir kalender Pajajaran) dan puncaknya
sama seperti seren taun guru bumi yaitu pada malam bulan purnama tanggal satu
bulan Mangsa Guru.
Perlu dipahami bahwa dalam
penanggalan kalender Pajajaran satu bulan tidak dihitung dari banyaknya hari, tapi
dihitung dari mulai bulan purnama sampai bulan purnama berikutnya. Sistem
penanggalan ini sama seperti perhitungan kalender lunar atau sistem qamariyah
(bulan) dalam Islam. Hanya yang membedakannya adalah dalam penghitungan awal
bulan.[3]
Selanjutnya dalam perjalanan
sejarah upacara seren taun ini mendapatkan banyak pengaruh termasuk dari agama
Islam. Saat ini tinggal seren taun guru bumi yang masih diadakan yaitu mulai
dari tangal 18 Rayagung (Dzulhijjah) sampai puncaknya tanggal 22 Rayagung.
Pelaksanaannya pun sekarang tidak lagi di seluruh daerah tatar Sunda namun
hanya di kampung-kampung adat saja, seperti di Cigugur Kuningan, Cisungsang
Lebak, Sirna Resmi Cisolok Sukabumi, dan Sindang Barang Bogor. Di luar daerah
tersebut sudah tidak ada.
Penyebab seren taun hanya tersisa
di kampung adat adalah berkaitan dengan ketersediaan perangkat upacara. Di
kampung-kampung adat perangkat upacara seperti leuit, lisung dan alat-alat
musik tradisional masih tersedia dan terpelihara dengan baik. Sedangkan di
kampung-kampung biasa yang bukan kampung adat perangkat upacara tersebut sudah
hilang diganti dengan peralatan modern.
Makna dan Hakekat
Pada hakekatnya kegiatan seren taun
mempunyai sejarah yang panjang, tradisi tersebut sudah ada sejak zaman dahulu
kala, tapi tidak diketahui siapa yang memulai dan menciptakannya. Sejarah
manusia mempunyai catatan yang panjang khusunsnya dalam cara manusia untuk
berbudaya dan bertahan hidup. Secara etimologi budaya berasal dari kata budi
dan daya, budaya terbagi menjadi dua yaitu budaya spiritual dan budaya
teknologi. Budaya yang spiritual.
Pada awal manusia hidup diatas
pohon untuk bertahan hidup dari binatang buas setelah itu manusia hidup
berpindah pindah (nomaden). Dari zaman Megalitikum, Neolitikum, Paleolitikum
pada dasarnya manusia ituh hidup di dunia itu sama , dimasing masing belahan
dunia pasti mengalami zaman atau masa yang sama. Sampai pada akhirnya manusia
menemukan benda benda yang dapat menunjang kehidupannya. Manusia pada zaman itu
minum air dengan menggunakan kedua telapak tangan yang ditekukkan, dan pada
akhirnya manusia menemukan benda untuk menampung air dengan bentuk yang sama
dengan lekukan telapak tangan , contoh kecil itu saja dapat kita simpulkan
bahwa dalam menjalankan kehidupan manusia , manusia selalu berbudaya, alat
penemuan itu merupakan hasil budaya.
Proses terjadinya kegiatan seren taun sudah terjadi dari zaman dahulu.
Seren taun yang sekarang, merupakan seren taun yang masih dipertahankan
keasliannya. Acara ini dilaksanakan di Cagar Budaya Nasional. Seren taun
dilaksanakan untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat Cigugur selaku
masyarakat agraris kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menerima segala bentuk kenikmatan
dan keberkahan, dan berharap agar hasil panen tahun depan lebih banyak.
Sebelum acara dimulai biasanya dibuka dengan acara doa bersama yang
dipinpin oleh tokoh agama yang ada di Cigugur ditambah kaum adat setempat. Ujud
nyata prosesi upacara seren taun yaitu berupa upacara dan pertunjukan kesenian
tradisional, diantaranya pesta dadung, ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa,
gending karesmen, tari badaya, upacara adapt ngareremokeun dari Kanekes Baduy,
seni monggang klasik, goong renteng, tari buyung, buncis, dogdog lonjor, reog,
dan kecapi suling.
Pesta dadung biasanya ditampilkan setiap tanggal 18
Rayagung, kegiatan ini merupakan kegiatan sacral masyarakat Sunda di Cigugur.
Pesta dadung dilaksanakan di depan gedung gedung Paseban Tri Panca tunggal,
upacara ini dimulai dengan menunjukan rasa gembira para anak gembala dan
bapak-bapak tani yang menari sambil menggunakan dadung atau tambang yang
terbuat dari injuk untuk mengikat kerbau atau sapi.
Upacara ini diakhiri dengan melepas hama. Upacara
pesta dadung mengandung makna untuk melestarikan dan menjaga keseimbangan alam
agar hama tidak mengganggu kehidupan manusia. Disamping menjaga alam, didalam
prosesi pesta dadung ini terjadi proses pelestarian alam dengan cara penanaman
bibit tanaman. Kegiatan ini dilakukan bersamaan antara masyarakat dengan pihak
pemerintah.[4]
Yang selanjutnya adalah ronggeng gunung yang biasanya
ditampilkan pada tanggal 19 Rayagung, ronggeng gunung merupakan kesenian yang
masih dilestarikan di Kabupaten Ciamis. Ronggeng gunung menceritakan tentang
seorang gadis yang bernama Dewi Samboja. Gadis tersebut dijadikan istri oleh Raden
Anggalarang, putra Prabu Haurkuning dari kerajaan Galuh. Selanjutnya pasangan
tersebut mendirikan kerajaan di Pananjung Pangandaran, yang pada waktu itu
sering didatangi oleh sekelompok penyamun.
Pada waktu itu kerajaan diserang dan menewaskan Radeb Anggalarang,
selanjutnya Dewi Semboja diselamatkan penduduk. Menurut wangsit yang
diterimanya, Beliau harus mengganti namanya menjadi Dewi Rengganis, dan Beliau
menyamar menjadi seorang penari ronggeng, serta hidup berkelana dari satu
tempat ke tempat yang lainya, dan pada proses ini dikenalkan pula proses
penanaman padi pertama kali.
Selankutnya adalah seni tarawangsa, kegiatan ini dipagelarkan pada tanggal
20 Rayagung. Seni tarawangsa ini merupakan kesatuan alat kecapi yang memiliki 2
kawat saja yang biasanya dikolaborasikan dengan kecapi tulen yang memiliki 7
kawat dan biasanya disertai dengan tarian para mojang.
Tari buyung yang merupakan pusat acara seren taun ini,
menceritakan sekumpulan para mojang yang hendak mandi di pancuran dengan
menggunakan alat buyung. Buyung merupakan tempat air semaca, kendi besar yang
dipakai menampung air dan cara membawanya dengan cara ditaruh di atas kepala.
Tari buyung ini bias anya membentuk formasi jala
sutra, nyakra bumi, bale bandung, medang kamulan, dan nugu telu. Dalam acara
tersebut memberikan kita gambaran bahwa masyarakat pertanian Sunda, merupakan
masyarakat religius.
Di dalam puncak acara, biasanya ditampilkan pula
atraksi kesenian tradisional asli dari masyarakat adat yang ada di daerah Jawa
Barat dan Banten. Contohnya saja angklung baduy, dagdog lonjor, dan buncis yang
dipagelarkan langsung oleh masyarakat adat dari Kanekes Banten. Kesenian
tradisional Banten biasanya ditampilkan sesudah tari buyung, kesenian-kesenian
dari Banten ini digunakan untuk mengiringi rombongan pembawa hasil panen,
berupa padi, buah-buahan, dan benih padi untuk satu tahun kedepan.
Sedangkan goong renteng termasuk gamelan dari
Kuningan, biasanya dimainkan selama puncak prosesi upacara seren taun pada
tanggal 22 Rayagung. Bersamaan dengan goong renteng dimainkan, empat kelompok
barisan yang membawa hasil pertanian dating dari empat penjuru angina menuju
gedung Paseban Tru Panca Tunggal, yang dibarenggi dengan pertunjukan kesenian
tradisional seperti tari buyung, angklung, dogdog lonjor, buncis dan reog.
Masing-masing barisan didampingi dengan orang yang
membawa padi dan buah-buahan, paying janur yang disusun tiga tingkat, para
mojang yang membawa bibit padi, para jajaka yang membawa paying janur dan
tempat benih dan dibelakang itu terdapat barisan ibu-ibu yang membawa tumpeng
di atas kepala mereka.
Ritual Upacara
Rangkaian ritual upacara Seren Taun
berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi
intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua
adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama
dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung
pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah
kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya.
Di beberapa desa adat upacara biasanya
diawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan.
Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan
dalam satu wadah dan didoakan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Air ini
dicipratkan kepada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah.
Ritual berikutnya adalah sedekah kue,
warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah yang
dipercaya kue itu memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya.
Kemudian ritual penyembelihan kerbau yang dagingnya kemudian dibagikan kepada
warga yang tidak mampu dan makan tumpeng bersama, Malamnya diisi dengan
pertunjukan wayang golek.[5]
Puncak acara
seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak
(menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran
kolosal, yakni tari buyung, angklung baduy, dan angklung
buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di
Cigugur.
Rangkaian acara bermakna syukur kepada
Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara
bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia.
Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi
hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk
bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini,
mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih
dahulu dipersilakan menumbuk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari
saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Asri).
Dalam upacara Seren Taun dilakukan
berbagai keramaian dan pertunjukan kesenian adat. Ritual seren taun itu sendiri
mulai berlangsung sejak tangal 18 Rayagung, dimulai dengan pembukaan pameran
Dokumentasi Seni dan Komoditi Adat Jabar. Setiap hari dipertunjukkan pencak
silat, nyiblung (musik air), kesenian dari Dayak Krimun, Indramayu, suling
rando, tarawelet, karinding, dan suling kumbang dari Baduy.
Tari
buyung yang merupakan pusat acara seren taun ini, menceritakan sekumpulan para
mojang yang hendak mandi di pancuran dengan menggunakan alat buyung. Buyung
merupakan tempat air semaca, kendi besar yang dipakai menampung air dan cara
membawanya dengan cara ditaruh di atas kepala. Tari buyung ini bias anya
membentuk formasi jala sutra, nyakra bumi, bale bandung, medang kamulan, dan
nugu telu. Dalam acara tersebut memberikan kita gambaran bahwa masyarakat
pertanian Sunda, merupakan masyarakat religius.
Di dalam pucak acara, biasanya ditampilkan pula atraksi
kesenian tradisional asli dari masyarakat adat yang ada di daerah Jawa Barat
dan Banten. Contohnya saja angklung baduy, dagdog lonjor, dan buncis yang
dipagelarkan langsung oleh masyarakat adat dari Kanekes Banten. Kesenian
tradisional Banten biasanya ditampilkan sesudah tari buyung, kesenian-kesenian
dari Banten ini digunakan untuk mengiringi rombongan pembawa hasil panen,
berupa padi, buah-buahan, dan benih padi untuk satu tahun kedepan.
Sedangkan goong renteng termasuk gamelan dari
Kuningan, biasanya dimainkan selama puncak prosesi upacara seren taun pada
tanggal 22 Rayagung. Bersamaan dengan goong renteng dimainkan, empat kelompok
barisan yang membawa hasil pertanian dating dari empat penjuru angina menuju
gedung Paseban Tru Panca Tunggal, yang dibarenggi dengan pertunjukan kesenian
tradisional seperti tari buyung, angklung, dogdog lonjor, buncis dan reog.
Masing-masing barisan didampingi dengan orang yang
membawa padi dan buah-buahan, paying janur yang disusun tiga tingkat, para
mojang yang membawa bibit padi, para jajaka yang membawa paying janur dan
tempat benih dan dibelakang itu terdapat barisan ibu-ibu yang membawa tumpeng
di atas kepala mereka.
Kesimpulan.
Sejarah sebuah daerah sangatlah mempengaruhi akan
adanya pola kebiasaan dari daerah tersebut. Seluruh daerah di dunia ini pasti
memiliki sejarah yang beraneka ragam, dengan adanya hal itu maka akan
menghasilkan kebudayaan dari bentuk ide sampai benda nyata yang berbeda-beda di
setiap daerahnya.
Budaya dapat diartikan sebagai sebagai gabungan kata
“budi” dan “daya”, budi pekerti yang dimilki oleh manusia dan daya dan upaya
manusia dalam membina hidup. Jadi budaya dapat diartikan sebagai suatu Usaha
manusia untuk menciptakan sesuatu yang dberguna bagi kehidupannya dengan
menggunakan akal pikirannya.
Kebudayaan erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat
sehari-hari. Tanpa disadari setiap waktu kita hidup dengan budaya, dengan hasil
cipta karya, karsa, dan rasa manusia, dengan barang-barang hasil ciptaan
manusia yang tujuannya guna mempermudah hidup manusia itu.
Upacara tradisional
Seren Taun adalah
ungkapan syukur dan
do’a masyarakat Sunda atas suka duka yang mereka alami terutama di
bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang
yang dilaksanakan setiap tanggal 22
Bulan Rayagung (bulan
terakhir dalam perhitungan
kalender Sunda) yang didalamnya
selain terdapat ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga kesenian dan hiburan.
Seperti di Kampung Budaya Sindangbarang, dan juga di kampung adat lainnya,
melaksanakan upacara Seren Taun dimaksudkan sebagai ungkapan rasa
syukur. Melalui upacara tradisional
Seren Taun ini
masyarakat dapat ikut berperan
aktif sehingga tercipta
ikatan sosial yang
lebih kokoh.
Sebagaimana tercermin dari
pola kehidupan masyarakat
Sunda yang komunal, silih asah, silih asih, dan silih
asuh. Namun demikian, upacara Seren Taun yang dilaksanakan oleh warga Kampung Budaya
Sindangbarang dalam beberapa
hal dapat dikatakan sedikit
berbeda. Pemilihan waktu
pelaksanaan yaitu pada
bulan Muharram, mungkin dapat ditemui pada beberapa kampung adat yang
lain.
Tetapi
penambahan tersebut (mengambil
air dari 7
mata air, pengajian,
dan sunatan massal) adalah cara lain yang diharapkan dapat lebih meningkatkan ikatan sosial dan kepedulian diantara warga
Kampung Budaya Sindangbarang. Hubungan
antara komodifikasi upacara
tradisional Seren Taun
dengan pembentukan identitas
komunitas Kampung Budaya Sindangbarang menunjukan hubungan yang
signifikan. Semakin rendah
proses komodifikasi upacara tradisional Seren
Taun maka semakin
kuat pembentukan identitas
komunitas Kampung Budaya Sindangbarang. Hal
ini dapat dijelaskan
karena terdapat hubungan yang
signifikan pula antara
komodifikasi upacara tradisional
Seren Taun dengan motif dan perilaku melaksanakan upacara tradisional
Seren Taun. Diketahui bahwa proses
komodifikasi upacara tradisional
Seren Taun Kampung Budaya
Sindangbarang cenderung rendah, sehingga motif dan perilaku melaksanakan upacara
tradisional Seren Taun
cenderung tinggi. Hal
ini disebabkan Kampung
Budaya Sindangbarang tetap
memandang upacara
Kuningan merupakan Kabupaten kaya budaya dan di klaim
sebagai sumber peradaban pertama di tanah Jawa Barat karena ditemukannya adanya
situs budaya prasejarah dari jaman Megalitikum yang terletak di Cipari,
walaupun kurang memberikan bukti yang kuat.
Kelurahan Cigugur merupakan salah satu wilayah yang
memiliki keunikan tersendiri di kabupaten Kuningan. Masyarakat Cigugur
kebanyakan, bermata pencaharian sebagai petani, hal ini didukung dengan keadaan
geografis yang mendukung pertanian, dan ternak sapi.
Dan pada akhirnya menimbulkan suatu sistem pola
kehidupan masyarakat petani di daerah ini, walaupun jika dipandang dalam sudut
pandang agama dan kepercayaan, Cigugur didominasi agama Kristen dan sisanya
Muslim seta sebagian kecil agama kepercayaan. Namun semuanya itu tidak
menjadikan sebuah pertentangan, sebaliknya dengan kesamaan pekerjaan dan sikap
saling menghormati, pada Seren Taun semuanya turun ke jalan menjadi satu,
menggambarkan masyarakat yang rukun dan ideal.[6]
Daftar Pustaka
Hasan Muhammad
(1988). Lansekap Alam dan Budaya. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Koentjaraningrat. (1985). Manusia dan Kebudayaan Indonesia.Jakarta :
Jambatan.
Peursen van C.A (1976). Strategi Kebudayaan. Jakarta dan Yogyakarta.
BPK Gunung Mulia dan Yayasan Kanisius.
Redfield Robert
(1982). The Little Community, Peasant Society and Culture. Chicago. CV
Rajawali.
Setiadi M Elly,
Kolip Usman (2010). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori,
Aplikasi, dan Pemecahannya. Prenada Media Group. Bandung.
Dokumentasi :
[1] Muhammad Hasan , Lansekap
Alam dan Budaya. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat
Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Hal.
54
[2] Koentjaraningrat. Manusia
dan Kebudayaan Indonesia.Jakarta : Jambatan. Hal . 67
[3] . Ibid., Hal.76.
[4] C.A Peursen van. Strategi
Kebudayaan. Jakarta dan Yogyakarta. BPK Gunung Mulia dan Yayasan
Kanisius. Hal 32.
[5] Robert Redfield . The
Little Community, Peasant Society and Culture. Chicago. CV
Rajawali. Hal 78.
[6] M Elly Setiadi, Kolip Usman . Pengantar
Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan
Pemecahannya. Prenada Media Group. Bandung.
Terus kaitan sama Islam nya?
BalasHapuskaitan sma islam ny mna?
BalasHapus