KEBUDAYAAN
BARASANDI (BARASANDI/AQIQAH)
SUKU TOLAKI
Oleh:
Heni Retno Marwati
Prodi akhlak dan tasawuf
12020012
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
pendahuluan
sejarah kebuyaan lokal dengan agama Islam yang berada di Sulawesi Tenggara tepatnya di
Kendari, secara spesifik bersuku Tolaki. perkembangan kebudayaan agama Islam di tanah Tolaki Konawe sejak abad
ke-17 yang telah berlangsung secara evolutif telah berhasil menanamkan akidah
islamiah dan syari’ah shahihah, memunculkan cipta, rasa, dan karsa oleh
karya-karyanya. Sebelum datangnnya Islam masyarakat tolaki telah banyak memeluk
agama yang berkembang secara evolutif juga, baik dari penduduk asli (animisme
dan dinamisme).
Hal
yang menarik, unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan
tersingkir dengan sendirinya, sedangkan yang baik adalah yang mengandung
unsur-unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara berdampingan. Pada aspek lain terdapat budaya Tolaki yang
sejalan dengan nilai Islam yang hingga sekarang masih dilaksanakan seperti
acara Barasandi (aqiqah), parapua (perkawinan), mateaha (ritual kematian),
upacara sunatan (manggilo), doa selametan (mobasa-basa), aktivitas keagamaan bidang
seni dan sastra seperti kinoho (pantuan agama), dan taenango langgai saranani (kisah
kepahlawanan dalam penyebaran agama Islam di wilayah Tolaki),
Dalam makalah ini saya akan membahas
salah satu kebudayaan Tolaki yaitu Barasandi (aqiqah), tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran tentang bagaimana agama dan tradisi berjalan dan
berintregasi dalam pola kehidupan masyarakat Islam di kendari. Sehingga kita
dapat melihat bagaimana bentuk perpaduan atau interaksi Islam dan budaya lokal
Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara dala adat, upacara, mapupun kehidupan
sosial keagamaan.
Pembahasan
Upacara Barasandi (Aqiqah/barsanji)
Nilai budaya Tolaki yang sejalan
dengan nilai Islam salah satunya adalah uapacara bersanji atau barasandi,
bersanji atau dalam bahasa Tolaki disebut barasandi
yaitu suatu uapacara potong rambut
bagimasyarakat Tolaki di Konawe dan Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam
hukum Islam disebut Aqiqah (mahaqeqah),
kegiatan barasandi ini didahului dengan penyembelihan hewan kurban atau hewan
aqiqah yang berupa kambing (obee/owembe),
dengan tetap mengikuti syriat Islam. Adapun jumlah hewan yang disembelih yaitu
anak laki-laki sebanyak dua ekor kambing. Untuk anak perempuan atau wanita
sebanyak satu ekor kambing.
Namun
dalam praktenya terdapat juga praktek bersanji
atau aqiqah tanpa menyembelih binatang, tetapi hanya dengan melaksanakan
pembacaan kitab bersanji dan suguhan makanan.
Dalam tradisi orang Tolaki bahwa pelaksaan barasandi
ini kadangkalayang dipentingkan adalah pestanya, dengan mengundang keluarga,
krabat, dan handai taulan, untuk memberikan doa pada acara bersanji
.
Acara tersebut disertai dengan
memberikan sumbangan berupa uang yang dibungkus dalam amplop, setiap tamu
menyimpan sumbangan di dalam guci atau tempat yang disediakan oleh orang yang
melaksankan upacara. Dalam tradisi barasandi
dibacakan doa barasanji yang berupa
kitab yang dikarang oleh Jabal Al-Barsanji dan pembacaan shalawat Nabi.
Interaksi Islam dan budaya lokal
Tolaki adalah sebagai upaya untuk melihat hubungan dinamis antara Islam dengan
berabagai nilai dan konsep kehidupan yag dipelihara dan diwarisi serta
dipandang sebagai pedoaman hidup oleh masyarakat. Interaksi sebagai hubungan
dinamis yang terjadi antara elemen(budaya) secar teoritis dapat bergerak
melalui kutub “ekstrim”. Pertemuan diantara kedua kebudayaan tersebut memiliki
perbedaan secara keseluruhan dan juga dapat terintegrasi secara penuh.
Diantara keduanya terjadi tarik menarik yang
kemudian dapat mendorong terjadinya kompromitas, yaitu interaksi, adaptasi,
akomodasi, dan asimilasi. Kehidupan beragama masyarakat Tolaki. Khususnya yang
muslim terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang kurang taat (mereka
seperti petugas adat, masyarakat awam yang tidak memiliki dasar pengetahuan
agama Islam), dan kelompok yang taat beragama. Kelompok yang pertama belum
sepenuhnya menjalankan kewajiban agama Islam secara baik.
Pola beragamanya masih bersiafat tradisional,
mereka inilah yang masih mempertahankan simbol-simbol dalam setiap upacara
selametan. Jumlah ini lebih besar jika dibandingakan kelompok masyarakat yang
taat. Selain itu masyarakat Tolaki teramsuk masyarakat yang masih memeperhatikan
pemabagian struktur. Pembagian tersebut terjadi secara diam-diam dan
memunculkan hubungan sosial yang kaku. Relasi sosial diletakan diatas
norma-norma tertentu yang dikenal anakia (bangsawan),
odisi (perintah), panggasara (petugas adat), , to’ono nggawasa (orang kaya), to’ono pndara rongga mandara (orang
pintar dan memiliki keterampilan), tua
ngguru (guru), padangga (pedagang),
dan lain-lain.
Kelompok
kedua adalah kelompok masyarakat yang menunjukan peningkatan kualitas
keagamaan. Hal ini menunjukan dengan kegiatan sehari-hari seperti aktivitas
pengajian, sholat berjamaah, kegiatan tarbiyah setiap pecan, dan beberapa
kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan
Thaqafiyyat. Sebagian besar masyarakat Tolaki menganggap bahwa pembacaan
kitab bersanji lebih penting, jika dibandingka dengan syarat, rukun dan adat
aqiqah. Hal ini disebabkan oleh ketidak pahaman sebagia masyarakat Tolaki.
Menurut pandangan masyarakat Tolaki bahwa bukan rukun dan syarat syahnya suatu
syariat yang disebut aqiqah, tetapi pembacaan kitab bersanji.
Pandangan
ini dianut oleh kelompok yang kurang taat (tidak memiliki dasar pengetetahuan
agama Islam). Jika ditelaah bahwa sebenarya aqiqah harus memenuhi syarat dan
rukunnya, sebagian menganggap bahwa hal ini adalah bid’ah. Sebagian juga
berpendapat bahwa barasandi atau bersanji
adalah merupakan syiar Islam karena di dalam kitab barsanji trdapat kisah-kisah
atau syiroh nabawiyah yang meneritakan kehidupan Nabi, watak dan kebiasaan Nabi
Muhammad, kisah Isra Mi’raj hingga diangkat menjadi Rasul. Disamping itu dalam
acara barsanji dibacakan sholawat sambil berdiri bersamaan dengan memotong
rambut bayi.
Fenomena
tersebut menunjukan bahwa Islam adalah hukum yang hidup dan berkembang dan
mampu bergumul dengan pesoalan-persoalan lokal yang senantiasa meminta etik dan
paradiqma baru keluasan hukum Islam adalah satu bukti adanya ruang gerak
dinamis. Ia merupakan mplementasi objektif dari doktrin Islam yang meskipun
berdiri diatas kebenaran mutlak dan kokoh, juga memiliki ruang gerak dinamis
bangi perkembangan, embaharuan dan kehiduapan sesuai dengan flesibilitas ruang
dan waktu.
Dalam konteks pelaksanaan barasandi
lebih pada ingin menghadirkan bahwa anak mereka telah hadir ditengah keluraga
dan masyarakat, juga merupakan tradisi penyambutan kelahiran seorang anak, dan
juga sebagian rasa syukur kepada ALLAH SWT. Upacara penyembelihan binatang
dialkukan oleh seorang imam (o’ima), dengan membaca doa menyembelih binatang. Sebelum
melakukan penyembelihan binatang seorag imam terlebih dahulu melakukan hal-hal
sebagai berikut.
Kambing terlebih dahulu dibersihkan dengan
cara dimandikannya dan nidene atau berwudhu, setelah itu kemudian dirias dengan
memakai bedak, lipstick, mencilak kelopak mata kambing, selanjutnya diberikan
kuteks atau pewarna kuku, dan terakhir kambing dihadapkan pada akan kehidupan
dan masa depan bayi tersebut dianalogikan seperti sebuah pohon pisnag dan
kelapa.
Nilai
budaya yang terkandung dalam pelaksanaan upacara barasandi selain sebagi
upacara keagmaan dalam pelaksanaan syariat Islam, didalam barasandi ada
pergeseran orientasi seperti nilai ekonomis dengan mengumpukan sumbangan,
disamping itu berorientasi pada demonstrasi status sosial, sebab yang biasa
melaksanakan upacara barsanji secara
besar-besaran dianggap mampu, apalgi dengan pesta yang begitu besar. Diakui
dalam upacara barsanji terdapat nilai budaya yang sejalan dengan Islam,
meskipun diakui terdapat tradisi setempat. Sebagian para penganut Islam ditanah
Tolaki menganggap hal yang masih dalam batas kewajaran sebagian bentuk
melakukan dakwah cultural yaitu berdakwah ditengah kultur dan tradisi.
Selain
itu pelaksanaan upacra barasandi sekarang telah dimodifikasi dengan tradisi dan
syariat agama Islam. aktivitas tersebut memiliki relasi dengan norma, nilai
adat, dan agama. Semisal dalam melasanakan upacra kematian, perkawinan dan
beberapa aktivitas sosial misalnya menunaikan ibadah haji.
Penutup
Islam
yang berada di daerah Kendari rata-rata mereka adalah orang yang menganut agama
Islam, dan sebagian dari masyarakat juga banyak yang beragama seperti Hindu,
Kristen.interaksi budaya lokal dengan agama Islam mengsilkan dua bentuk, yang
pertana Islam mewarnai, mengubah, mengolah, dan mempernaharui budaya lokal
tolaki, semisal bukti nyata yang dapat kita lihat seperti sekarang yaitu
barasandi yang sejalan dengan agama Islam.
yang kedua Islam mewarnai budaya lokal, yang melalui proses budaya yang
bernuansa Islamdalam hal seperti aktivitas perkawinan, selametan, mauled nabi
dan lain-lain.
Budaya sendiri adalah merupakan
interaksi antara manusia dengan dengan segala sisi yang ada dalam jagat raya
ini. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia mampu menciptakan
suatu kebudayaan. Kebudaayaan digunakan untuk memahami agama yang tampil dalam bentu
formal yang menggejala di masyarakat kebudayaan agama adalah keniscayaan yang
di wilayah ini, dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar