Kamis, 23 Januari 2014

Kebudayaan Barasandi Suku Tolaki



KEBUDAYAAN BARASANDI (BARASANDI/AQIQAH)
SUKU TOLAKI

Oleh:
Heni Retno Marwati
Prodi akhlak dan tasawuf
12020012
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran


pendahuluan
            sejarah kebuyaan lokal  dengan agama Islam  yang berada di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kendari, secara spesifik bersuku Tolaki. perkembangan kebudayaan  agama Islam di tanah Tolaki Konawe sejak abad ke-17 yang telah berlangsung secara evolutif telah berhasil menanamkan akidah islamiah dan syari’ah shahihah, memunculkan cipta, rasa, dan karsa oleh karya-karyanya. Sebelum datangnnya Islam masyarakat tolaki telah banyak memeluk agama yang berkembang secara evolutif juga, baik dari penduduk asli (animisme dan dinamisme).
            Hal yang menarik, unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan tersingkir dengan sendirinya, sedangkan yang baik adalah yang mengandung unsur-unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara berdampingan.   Pada aspek lain terdapat budaya Tolaki yang sejalan dengan nilai Islam yang hingga sekarang masih dilaksanakan seperti acara Barasandi (aqiqah), parapua (perkawinan), mateaha (ritual kematian), upacara sunatan (manggilo), doa selametan (mobasa-basa), aktivitas keagamaan bidang seni dan sastra seperti kinoho (pantuan agama), dan taenango langgai saranani (kisah kepahlawanan dalam penyebaran agama Islam di wilayah Tolaki),  
            Dalam makalah ini saya akan membahas salah satu kebudayaan Tolaki yaitu Barasandi (aqiqah), tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang bagaimana agama dan tradisi berjalan dan berintregasi dalam pola kehidupan masyarakat Islam di kendari. Sehingga kita dapat melihat bagaimana bentuk perpaduan atau interaksi Islam dan budaya lokal Tolaki yang ada di Sulawesi Tenggara dala adat, upacara, mapupun kehidupan sosial keagamaan.
Pembahasan
Upacara  Barasandi (Aqiqah/barsanji)
            Nilai budaya Tolaki yang sejalan dengan nilai Islam salah satunya adalah uapacara bersanji atau barasandi, bersanji atau dalam bahasa Tolaki disebut barasandi yaitu  suatu uapacara potong rambut bagimasyarakat Tolaki di Konawe dan Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam hukum Islam disebut Aqiqah (mahaqeqah), kegiatan barasandi ini didahului dengan penyembelihan hewan kurban atau hewan aqiqah yang berupa kambing (obee/owembe), dengan tetap mengikuti syriat Islam. Adapun jumlah hewan yang disembelih yaitu anak laki-laki sebanyak dua ekor kambing. Untuk anak perempuan atau wanita sebanyak satu ekor kambing.
           

Namun dalam praktenya terdapat juga praktek bersanji atau aqiqah tanpa menyembelih binatang, tetapi hanya dengan melaksanakan pembacaan kitab bersanji dan suguhan makanan. Dalam tradisi orang Tolaki bahwa pelaksaan barasandi ini kadangkalayang dipentingkan adalah pestanya, dengan mengundang keluarga, krabat, dan handai taulan, untuk memberikan doa pada acara bersanji
.

            Acara tersebut disertai dengan memberikan sumbangan berupa uang yang dibungkus dalam amplop, setiap tamu menyimpan sumbangan di dalam guci atau tempat yang disediakan oleh orang yang melaksankan upacara. Dalam tradisi barasandi dibacakan doa barasanji yang berupa kitab yang dikarang oleh Jabal Al-Barsanji dan pembacaan shalawat Nabi.
            Interaksi Islam dan budaya lokal Tolaki adalah sebagai upaya untuk melihat hubungan dinamis antara Islam dengan berabagai nilai dan konsep kehidupan yag dipelihara dan diwarisi serta dipandang sebagai pedoaman hidup oleh masyarakat. Interaksi sebagai hubungan dinamis yang terjadi antara elemen(budaya) secar teoritis dapat bergerak melalui kutub “ekstrim”. Pertemuan diantara kedua kebudayaan tersebut memiliki perbedaan secara keseluruhan dan juga dapat terintegrasi secara penuh.
 Diantara keduanya terjadi tarik menarik yang kemudian dapat mendorong terjadinya kompromitas, yaitu interaksi, adaptasi, akomodasi, dan asimilasi. Kehidupan beragama masyarakat Tolaki. Khususnya yang muslim terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang kurang taat (mereka seperti petugas adat, masyarakat awam yang tidak memiliki dasar pengetahuan agama Islam), dan kelompok yang taat beragama. Kelompok yang pertama belum sepenuhnya menjalankan kewajiban agama Islam secara baik.
 Pola beragamanya masih bersiafat tradisional, mereka inilah yang masih mempertahankan simbol-simbol dalam setiap upacara selametan. Jumlah ini lebih besar jika dibandingakan kelompok masyarakat yang taat. Selain itu masyarakat Tolaki teramsuk masyarakat yang masih memeperhatikan pemabagian struktur. Pembagian tersebut terjadi secara diam-diam dan memunculkan hubungan sosial yang kaku. Relasi sosial diletakan diatas norma-norma tertentu yang dikenal anakia (bangsawan), odisi (perintah), panggasara (petugas adat), , to’ono nggawasa (orang kaya), to’ono pndara rongga mandara (orang pintar dan memiliki keterampilan), tua ngguru (guru), padangga (pedagang), dan lain-lain.
Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menunjukan peningkatan kualitas keagamaan. Hal ini menunjukan dengan kegiatan sehari-hari seperti aktivitas pengajian, sholat berjamaah, kegiatan tarbiyah setiap pecan, dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan  Thaqafiyyat. Sebagian besar masyarakat Tolaki menganggap bahwa pembacaan kitab bersanji lebih penting, jika dibandingka dengan syarat, rukun dan adat aqiqah. Hal ini disebabkan oleh ketidak pahaman sebagia masyarakat Tolaki. Menurut pandangan masyarakat Tolaki bahwa bukan rukun dan syarat syahnya suatu syariat yang disebut aqiqah, tetapi pembacaan kitab bersanji.
Pandangan ini dianut oleh kelompok yang kurang taat (tidak memiliki dasar pengetetahuan agama Islam). Jika ditelaah bahwa sebenarya aqiqah harus memenuhi syarat dan rukunnya, sebagian menganggap bahwa hal ini adalah bid’ah. Sebagian juga berpendapat bahwa barasandi atau bersanji adalah merupakan syiar Islam karena di dalam kitab barsanji trdapat kisah-kisah atau syiroh nabawiyah yang meneritakan kehidupan Nabi, watak dan kebiasaan Nabi Muhammad, kisah Isra Mi’raj hingga diangkat menjadi Rasul. Disamping itu dalam acara barsanji dibacakan sholawat sambil berdiri bersamaan dengan memotong rambut bayi.  
Fenomena tersebut menunjukan bahwa Islam adalah hukum yang hidup dan berkembang dan mampu bergumul dengan pesoalan-persoalan lokal yang senantiasa meminta etik dan paradiqma baru keluasan hukum Islam adalah satu bukti adanya ruang gerak dinamis. Ia merupakan mplementasi objektif dari doktrin Islam yang meskipun berdiri diatas kebenaran mutlak dan kokoh, juga memiliki ruang gerak dinamis bangi perkembangan, embaharuan dan kehiduapan sesuai dengan flesibilitas ruang dan waktu.
            Dalam konteks pelaksanaan barasandi lebih pada ingin menghadirkan bahwa anak mereka telah hadir ditengah keluraga dan masyarakat, juga merupakan tradisi penyambutan kelahiran seorang anak, dan juga sebagian rasa syukur kepada ALLAH SWT. Upacara penyembelihan binatang dialkukan oleh seorang imam (o’ima), dengan membaca doa menyembelih binatang. Sebelum melakukan penyembelihan binatang seorag imam terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai berikut.
 Kambing terlebih dahulu dibersihkan dengan cara dimandikannya dan nidene atau berwudhu, setelah itu kemudian dirias dengan memakai bedak, lipstick, mencilak kelopak mata kambing, selanjutnya diberikan kuteks atau pewarna kuku, dan terakhir kambing dihadapkan pada akan kehidupan dan masa depan bayi tersebut dianalogikan seperti sebuah pohon pisnag dan kelapa.
Nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaan upacara barasandi selain sebagi upacara keagmaan dalam pelaksanaan syariat Islam, didalam barasandi ada pergeseran orientasi seperti nilai ekonomis dengan mengumpukan sumbangan, disamping itu berorientasi pada demonstrasi status sosial, sebab yang biasa melaksanakan upacara barsanji  secara besar-besaran dianggap mampu, apalgi dengan pesta yang begitu besar. Diakui dalam upacara barsanji terdapat nilai budaya yang sejalan dengan Islam, meskipun diakui terdapat tradisi setempat. Sebagian para penganut Islam ditanah Tolaki menganggap hal yang masih dalam batas kewajaran sebagian bentuk melakukan dakwah cultural yaitu berdakwah ditengah kultur dan tradisi.
Selain itu pelaksanaan upacra barasandi sekarang telah dimodifikasi dengan tradisi dan syariat agama Islam. aktivitas tersebut memiliki relasi dengan norma, nilai adat, dan agama. Semisal dalam melasanakan upacra kematian, perkawinan dan beberapa aktivitas sosial misalnya menunaikan ibadah haji.
Penutup
            Islam yang berada di daerah Kendari rata-rata mereka adalah orang yang menganut agama Islam, dan sebagian dari masyarakat juga banyak yang beragama seperti Hindu, Kristen.interaksi budaya lokal dengan agama Islam mengsilkan dua bentuk, yang pertana Islam mewarnai, mengubah, mengolah, dan mempernaharui budaya lokal tolaki, semisal bukti nyata yang dapat kita lihat seperti sekarang yaitu barasandi yang sejalan dengan agama Islam.  yang kedua Islam mewarnai budaya lokal, yang melalui proses budaya yang bernuansa Islamdalam hal seperti aktivitas perkawinan, selametan, mauled nabi dan lain-lain.
            Budaya sendiri adalah merupakan interaksi antara manusia dengan dengan segala sisi yang ada dalam jagat raya ini. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia mampu menciptakan suatu kebudayaan. Kebudaayaan digunakan untuk memahami agama yang tampil dalam bentu formal yang menggejala di masyarakat kebudayaan agama adalah keniscayaan yang di wilayah ini, dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar