Kamis, 23 Januari 2014

Kebudayaan Islam di Lok Polok, Blega, Bangkalan Madura: (Sesuatu yang Unik dari Desaku)

Kebudayaan Islam di Lok Polok, Blega, Bangkalan Madura:
(Sesuatu yang Unik dari Desaku)
Nur Hamiyetun
12020033
Akhlak Tasawuf
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Pendahuluan
            Awal-mula masuknya Islam ke Madura, berawal dari penyebaran Islam ke Nusantara yang mana awal penyebaran tersebut dirasakan sangatlah mudah diterima di Nusantara. Jalur-jalur yang ditempuh Islam dalam memasuki Nusantara meliputi; pertama, Islam datang dengan mempertimbangkan bagaimana kondisi tradisi yang ada di Nusantara sehingga, tradisi yang ada di Nusantara tidak dilawan melainkan dijadikan sebuah wahana untuk penyebaran Islam. Kedua,  agama Islam datang ke Nusantara dengan cara baik-baik, tidak mengusik agama dan kepercayaan apapun sehingga bisa hidup secara berdampingan. Ketiga, Islam datang dengan cara memodifikasi ulang tradisi dengan Islam sehingga, Islam dianggap sebagai agama. Keempat, Islam menjadi agama yang mentradisi sehingga, orang tidak dapat meninggalkan Islam dalam kehidupan mereka.
            Kemudian dalam proses masuknya Islam ke Nusantara memberi suatu sumbangan kebudayaan, baik bisa dilihat dengan peninggalan ketika terjadi peislamisasi di Nusantara. Kebudayaan yang masuk ke Nusantara disini menjadi suatu akulturasi yang memaduan antara dua budaya atau lebih yang saling berhubungan atau saling bertemu, tetapi penyatuan in tidak menyebabkan hilangnya kepribadian yang dimiliki suatu kebuadayaan itu sendiri yaitu di Nusantara. Dalam konsep akulturasi ini, Islam diposisikan sebagai kebudayaan asing dan kemudian masyarakat sebagai lokal sebagai penerima kebudayaan asing tersebut.[1]
Dilanjutkan dengan kehadiaran Islam ke Nusantara itu tidak lepas dengan nuasa yang Islam dan tradisi dan sifat yang memasyarakat dengan watak Islam yang moderat dan selalu mengapresiasikan terhadap kebudayaan lokal yang dimiliki oleh Nusantara, serta islam selalu memberikan suatu perlindungan terhadap semua kaum, mulai dari golongan kaum yang lemah hingga yang tidak lemah untuk menghadapi sebuah tantangan dan ini juga salah satu sebabnya Islam juga diterima dengan mudah oleh masyarakat.
Oleh karena itu, akan beberapa hal yang menyebabkan Islam didukung masuk ke Nusantara. Kemudian pada mula kondisi awal Madura (yang masih primitif dan berbentuk kerajaan) yang memang langsung dikenalkan akan keagamaan tersebut dengan jalur perkawinan antara bangsawan (sesama keturan darah biru), Islampun akhirnya mendarah daging di daerah Madura yang sejuk nan Indah.
Kemudian di sini saya akan sedikit membahas tentang hal yang saya ketahui akan desaku yang damai, dalam pembahasannya saya akan membaginya menjadi beberapa pembahasan yang meliputi: sejarah perkembangan Islam di Madura, kebudayaan di Madura dan terakhir Peranan kyai di Masyarakat Madura.

Description: D:\STAISPA\semester 3\islam dan kebudayaan lokal\kh-m-arwani-amin.jpgDescription: D:\STAISPA\semester 3\islam dan kebudayaan lokal\image\20110411115124881.jpgDescription: D:\STAISPA\semester 3\islam dan kebudayaan lokal\image\bdr11.jpg

Gambar. Kyai dan beberapa kebudayaan Madura.



Pembahasan
Sejarah Perkembangan Islam di Madura
Islam masuk dibawa oleh saudagar-saudagar dari Gujarat. Jadi Islam masuk bertalian erat dengan perdagangan. Islam di pulau Madura juga di pengaruhi budaya asing hal ini diperkuat dengan ditemukanya makam raja-raja Sumenep yang disebut asta tinggi serta beberapa mushalla dan masjid mirip dengan bentuk candi. Masyarakat Madura juga mempercayai kekuatan ghaib di alam yang terdapat di benda-benda (dinamisme) ataupun roh-roh tertentu (animisme).
Peranan wali songo dalam penyebaran agama, mereka sangat besar peranannya dalam proses islamisasi di Jawa. Wali-wali yang tertua terdapat di Jawa Timur, karena Islam itu datangnya lewat perdagangan. Dengan dekimian pusatnya terletak di pelabuhan-pelabuhan seperti Surabaya, Tuban, Gresik dan lain lain.
Seperti halnya daerah-daerah lain, di nusantara, maka pulau Madura yang secara geografis terletak di dekat atau berhadapan dengan kota-kota pelabuhan di Jawa Timur yaitu pelabuhan Tuban, Gresik dan Surabaya tidak terlepas dari usaha penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para wali di pulau Jawa. Sunan Giri yang nama aslinya Raden Paku merupakan murid sunan Ampel. Karena tempat tinggalnya di bukit (Giri) di Gresik, maka ia terkenal dengan nama Sunan Giri. Yang telah di-Islam-kan ialah Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate.
Di zaman kerajaan Madura Islam dipandang oleh masyarakat sebagai nama agama yang penting. Hal ini terlihat dari diistemewakan para pemimpin islam dengan memerinya tanah perdiakan (desa-desa bebas yang diperuntukan raja bagi warga terhormat seperti tokoh-tokoh agama dan militer) pada mereka.

Kebudayaan Islam di Lok Polok, Blega, Bangkalan, Madura
Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, stereotipikal, dan stigmatik. Identitas budayanya itu dianggap sebagai deskripsi dari generalisasi jatidiri individual maupun komunal etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan. Kehidupan mereka di tempat asal maupun di perantauan senantiasa dipahami oleh komunitas etnik lain atas dasar identitas kolektifnya itu.[2]
Madura memiliki beragai kebudayaan yang didalamnya terdapat unsur-unsur religius salah satunya agama islam. Didalam kebudayaan itu terdapat keunikan yang mencerminkan masyarakat Madura. Beberapa kebudayaan masyarakat madura sebagai berikut:
Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.
Kedua, seni tari atau gerak yaitu tanmuang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara. Tari muang sangkal adalah seni tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep.
Ketiga, upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradi sional Madura menggunakan upacara ritual seba gai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan ber bagaitujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa tarian dan nyanyian yang diiringi musik.
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik.
Keempat, seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan seha ri-hari para petani, dalam arti permainan ini mem berikan motivasi kepada kewajiban petani terhadap sawah ladangnya dan disamping itu agar peta ni meningkatkan produksi temak sapinya.
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Masalahnya banyak di antara para pemain dan penonton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan shalat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.
Kelima, adat-adat perkawinan muda yang sangat kerap dilakukan oleh masyarakat Madura dan dalam pelaksaannya ada beberapa ritual yang memang di tanamkan sejak dulu kala. Seperti halnya proses-proses yang harus dilakukan adalah:[3]
a.       Alat lamaran (peminta)
Sebelum perkawinan dilaksanakan, terlebih dahulu pihak laki-laki mengadakan lamaran (peminta). Alat-alat yang dipersiapkan untuk lamaran antara lain : Sapu Tangan, Minyak Wangi dan Uang Sekedarnya. Ketiga alat tersebut dihantarkan oleh ketua dari pihak laki-laki. alat-alat tersebut adalah sebagai bukti bahwa seorang perempuan telah resmi bertunangan dengan seorang laki-laki.
b.       Alat Pinangan (Teket Petton)
Dengan berjalannya waktu, tiba saatnya pihak laki-laki untuk mengantarkan alat-alat pinangannya (teket petton). Alat-alat yang diantarkan antara lain: Seekor Sapi, Kocor (cucur), Polot (Ketan) yang sudah dimasak, Sirih dan pinang, Pakaian lengkap seorang wanita, seperti sarung, kerudung, baju dan lain-lain, Alat-alat perhiasan (Make Up).
Diantara yang paling wajib untuk hari pertama dengan datangnya lamaran yang berbentuk hewan sapi. Karena disini mereka menyakini bahwa hewan sapi dianggap  sebagai lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahteraan kepada semua makhluk hidup di bumi ini dan memang penghasilan utama dari Madura yaitu ternak sapi.

Peranan Kyai di Masyarakat di Lok Polok, Blega, Bangkalan, Madura[4]
            Di sini saya ingin menggambarkan bagaimana peranan kyai dalam membentuk prilaku masyarakat Madura, yang sebagaimana masyarakat yang kental dengan agama atau relijius tersebut.Selanjutnya permasalahan yang timbul adalah bagaimana peranan kyai dalam membentuk prilaku agama relegius dalam masyarakat madura pada umumnya.
Kyai merupakan pemimpin informal yang senantiasa beperan besar dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam komunitas muslim. Sehingga peranan seorang kyai dijadikan panutan masyarakat. Segalah tingkah lakunya akan senantiasa mempengaruhi prilaku masyarakat disekitarnya. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan mereka sebagai pewaris nabidan tokoh kharismatik. Sebagi tokoh  kharismatik mereka sangat disegani dan dihormati serta mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat. Penjelasan iniselanjutnya menjelaskan tentang pertama bagaimana konsep peranan kyai pada umumnya yang terdiri dari  pengertian peranan dan kyai.
Kyai di Madura adalah sosok seseorang panutan yang  sangat dihormati oleh masyrakat sekitar. Contohnya saja kyai banyak rang-orang alim hafal kitab dan mendirikan sebuah surau dan terdapat sebuah majelis pembelajaran kitab setiap sorenya tidak itu saja bukan hanya satu, dua daerah melainkan terdapat dari banyak daerah.
Kemudian, tempat di desa saya sangat banyak suatu tempat pembelajaran kitab tiap sorenya. Di sini kelas dalam pembelajaran kitab di bagi menjadi beberapa yaitu; (tk 01, tk 02, kelas1-6, kelas dhommi, sampai kelas yang senior). Di sini juga terdapat nilai-nilai ketawudhu’an kepada seorang ustad atau kyai, sepertihalnya: ada seorang kyai yang sedang berjalan dan semua anak didiknya tidak melihat dan tidak berisik sama sekali, semua diam hingga akhirnya sang ustad pergi.
Kemudian di balik sifat-sifat yang diatas ada beberapa nilai yang baik yang dapat kita ambil dari semua ini yaitu, sekeras apapun seseorang Madurawan namun tetap saja tawadu’ kepada kyai. Karena mereka masih sangat-sangat percaya sekali akan walad, karomah kyai.
Di sini dengan adaya watak orang Madura yang benar-benar menilai bahwa harga diri, sesuatu yang paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura. Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama dari pada orang Madura Barat. Orang Madura Barat lebih banyak merantau dari pada Madura Timur. Hal ini, dikarenakan Madura Barat lebih gersang dari pada Madura Timur yang dikenal lebih subur.
Inilah yang mana membuat seseorang yang memiliki darah keturunan Madura dikenal dengan seseorang yang memiliki sesuatu yang sangat spesial baik itu dalam melakukan segala hal, dan dalam sikap ketawadu’an terhadap kyai. Sikap untuk ingin mengetahui yang luas dan dengan usaha yang keras.

Kesimpulan
            Di atas telah dijelaskan akan nilai Islam dan kebudayaan yang ada dalam Madura terutama dalam desa saya tercinta, ritual-ritual kebudayaan yang sering dilakukan dan gambaran tentang kehidupan budaya Madura. Kemudian dengan adanya peranan para kyai yang menyebarkan agama Islam di Madura membuat suatu yang mendarah daging di masyarakat Madura. Dan pengaruhnya bisa dirasakan kita sampai sekarang ini. Banyak orang yang mengerti akan ilmu agama dan kebudayaan lokal yang ada yang berjalan beriringan dengan berjalannya waktu.
            Setelah di atas diterangkan dengan watak keras yang dimiliki oleh orang Madura itu juga dapat diluluhkan dengan eorang peranan kyai. Kemudian sesuatu yang tidak perlu dianggap sesuatu yang tabu, kerena ilmu pengetahuan tidak hanya melaui dengan hal-hal yang kita pelajari dalam bangku sekolah melainkan banyak nilai-nilai dalam masyarakat soaial yang terjadi menjadi nilai yang terbaik dalam pengalaman hidup. Yang mana suatu nilai tersebut merupakan sesuatu perwujudan dari anggapan baik, yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap pentik oleh masyarakat dan hal ini yang mempengaruhi perilaku dan tindakan manusia baik secara individu maupun kelompok. Bisa dikatakan dengan kata lain sesuatu yang merupakan kumpulan dari sumua sikap dan perasaan yang selalu diperhatikan melalui perilaku manusia. Sehingga budaya dan Islam berjalan beriringan.

Resensi
Hamami, Tasman, Islam dan Kebudayaan Lokal, Yogyakarta: Pokja Akedemik Uin Suka, 2005,
Nara sumber :
a.       Satumi
b.       Muhammad Ibrahim
c.       Warga sekitar Lok-polok, Blega, Bangkalan, Madura
d.       Pengalaman hidup penulis




[1] Tasman Hamami, Islam dan Kebudayaan Lokal, Yogyakarta: Pokja Akedemik Uin Suka, 2005, hal. 9.
[2] Nara sumber
[3] Lontaran ini langsung disampaikan oleh nara sumber yang bernama Tumi Lok-polok, Blega, Bangkalan, Madura
[4] Menurut pengalaman semasa tinggal di desa Lok-Polok, Blega, Bangkala, Madura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar