Senin, 27 Januari 2014

islam dan budaya lokal

RITUAL BELANGIRAN
SEBUAH WARISAN LELUHUR ‘TRADISI SPIRITUAL’ LAMPUNG
Oleh:
Mualifudin  Juha
Pendahuluan                                                                                                                                                            Islam menembus berbagai suku budaya Indonesia, khususnya Lampung. Saya membenarkan pernyataan seperti itu, apakah anda meragukannya? Ataukah masih ragu?. Hal ini tidak bisa dipungkiri dari perjuangan nenek moyang kita jaman dulu, yaitu yang biasa disebut oleh masyarakat sebagai Wali Songo.                                                                                
              Pada dasarnya, proses Islamisasi model transformasi budaya lokal sudah dilakukan semenjak awal Islam itu sendiri, sebagai mana yang dilakukan oleh Rosullullah saw dalam menyebarkan Ajaran Islam menggunakan metode dakwah yang membumi. Yaitu menggunakan budaya setempat sebagai tradisi yang harus dilestarikan dan mengadopsinya kedalam ajaran Islam.                                                                                                                   
          Sebagaimana proses Islamisasi di Indonesia, jika menilik sejarahnya, Islam Indonesia lebih condong kedalam tradisi lokal. Coba anda bandingkan dengan Islam di luar negri, tentunya juga jauh beda dengan Islam Indonesia yang penuh dengan keunikan. Karna memang prosesnya melalui hati ke hati berdasarkan minat masyarakat sekitar dalam budayanya masing-masing.                                                                                                    
        Begitu juga proses Islamisasi yang terjadi di daerah Lampung, sangat singkron sekali anatara budaya setempat dengan ajaran Islam. Keduanya manunggal bagaikan jasad dan ruh, tidak bisa dipisahkan dan jika itu dilakukan, maka akan mengalami kematian jiwa. Untuk itu para ulama jaman dulu dan sampai sekarang melakukan metode transformasi budaya lokal kedalam nila-nilai Islam.                                                                         
        Para ulama Lampung dalam melakukan dakwah, mereka melakukan respon yang sangat cerdik sekali, sebuah ajaran yang dapat membangkitkan minat warga, atau bahkan dapat menguntungkan warganya. Dalam hal ini, penulis akan memberikan pemakalah  yang berkaitan dengan Islam yang ditransformasikan kedalam budaya lokal yaitu Ritual Belangiran.         
      Dalam pemakalah ini, anda akan menemukan kolaborasi antara budaya setempat dengan ajaran Islam yang membumi. Benarkah model seperti itu akan sangat efektif sekali dan melesat cepat dalam mempengaruhi masyarakat? Apakah Ritual Belangiran merupakan setrategi jitu untuk mempengaruhi penduduk lampung dalam ber Islam? Temukan jawabannya dalam pembahasan, pahami dan pelajari secara seksama, ikuti alurnya dan rasakan kesannya.
Ritual Belangiran dan Bulan Suci Ramadhan                                                                                 
             Ritual Belangiran adalah sebuah ritual yang dilaksanakan setahun sekali, tepatnya sebelum bulan Ramadhan dimulai. Ritual ini, dilaksanakan untuk menyambut bulan Suci Ramadhan. Ritual Belangiran merupakan tradisi yang bertujuan menyucikan hati sebagai bekal memasuki bulan Ramadan. Sehingga diharapkan dapat menjalankan ibadah dengan lancar dan khusyuk tiada aral maupun rintangan.         
            Belangiran sendiri berarti mandi suci atau mandi bersama untuk bersuci, atau mandi tobat dari segala dosa selama ini. Karena ritual ini di tujukan untuk menyambut bulan suci ramadhan, maka kita juga harus disucikan jiwa dan raganya agar tidak mengotori bulan yang penuh dengan kesucian dan keberkahan.                                                                                            
            Upacara Belangiran di laksanakan di sungai Kali Akar, Kelurahan Sumur Putri, Kecamatan Teluk Betung Utara, Bandar Lampung. Di pilihnya sungai yaitu tempat air yang mengalir, tidak lain supaya dosa dan kesalahan kita ikut mengalir hanyut terbawa arus air yang mengalir. Sehingga dosa dan kesalahan pun luntur dan menjadi bersih suci kembali.                                   
            Bahan-bahan untuk ritual berdasarkan peralatan sesuci jaman dulu, seperti menyediakan kendi besar berwarna emas, bunga tujuh rupa, air bersih suci dan mensucikan, jeruk nipis, minyak wangi, tangkai padi, abu arang dan masih banyak lagi.                              
            Untuk sesajen syukuran bisa berupa ikan air tawar berton-ton jumlahnya, 300 bebek, 300 ayam kampung dan semuanya harus dalam keadaan hidup. Itu semua, nantinya disajikan dan disebar di sungai untuk warga yang ikut Ritual Belangiran.                                                
           Jumlah orang yang dimandikan harus 10 orang atau 5 pasang dan masih tergolong muli-mekhanai (gadis-bujang). Setelah itu baru semua warga wajib ikut mandi. Mengenai sesaji air yang ada di kendi besar beserta campurannya mempunyai arti tersendiri, contohnya tangkai padi, hal itu dimaksudkan supaya nanti dalam bulan puasa tidak kekurangan dan tidak kelaparan dan akhirnya kuat menjalankan ibadah puasa.                                                          
             Belangiran menjadi tradisi yang sengat menyenangkan dan penuh sukacita. Muli dan mekhanai serta masyarakat begitu menikmati mandi di kali yang sudah sangat jarang dilakukan. Mereka saling menyibakkan air dan bercanda dengan yang lain. Sukacita ini juga berarti rasa senang menyambut kadatangan Ramadan.                                                                  
            Puasa menjadi bulan yang sangat dinanti, khususnya untuk umat Islam dan umumnya untuk umat lain karna acara ritual ini dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, baik dari pejabat, masyarakat, wisatawan bahkan beda agama ikut serta. Meskipun Tradisi bulangekhan kental dengan nuansa Islam dan Kesenian yang disajikan pun kesenian islami, hadrah. Bershalawat diiring musik dan tari yang semuanya dilakukan dengan adat Lampung.                 
          Para penari atau rodat pun menampilkan tarian ceria yang lucu. Mereka bergerak lelucon dan memakai kacamata hitam, menambah kesan kocak. belangiran ini harus kembali menjadi tradisi di semua kabupaten dan kota di Lampung. Adat mandi menjelang puasa ini bisa menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara sekaligus mengenalkan Islam Indonesia yang rahmatan lil ‘alamiin.                                                                                    
           Jika anda ingin menyaksikan langsung, anda bisa datang langsung ketempat, karna acara ritual ini untuk umum juga, bahkan turis luarpun diperbolehkan ikut serta.   

Sejarah Konsepsi Ritual Belangiran                                                                                                
       Ritual Belangiran yang begitu Relegius ini sudah ada semenjak pertama kali Islam masuk ke Tanah Lampung, bahkan sebelum Islam masuk, tradisi madi bersama sudah dilakukan. Para leluhur, dulunya melakukan tradisi ini untuk mandi bersama khususnya kaum mali (mudi). Mereka selalu mandi bersama di sungai-sungai untuk mandi dan mencuci, lalu pulang pun bersama-sama pula.                                                                                               
      Penulis tidak menyebutkan kapan tepatnya tradisi Belangiran dilaksanakan, yang jelas tradisi tersebut merupakan warisan turun-temurun dari leluhur. Dulunya memang sering digunakan untuk bermasiat oleh para pemuda dengan memberi sajen kepada buaya dan ritual rendaman. Bukan hanya itu, para muda mudi biasa melakukan mesra-mesraan untuk berpacaran disungai dan bercanda ria saling menyibakkan air satu sama lain. Lalu oleh para wali (ulama) dimodifikasi agar kebiasaan tersebut terus dilestarikan dan ditanamlah nilai-nilai Islam. Dalam perkembangannya, tradisi tersebut hanya dilakukan setahun sekali dan digunakan khusus untuk menyambut bulan suci ramadhan.                                                                     
            Dalam masa kini, tradisi Belingaran diperbaiki konsepnya. Yaitu ditambah dengan menghadirkan kesenian dan budaya lokal seperti melakukan syairan, membaca puisi, menyanyi, menari, panjat pinang, sebar ikan, dan masih banyak lagi. Inti dalam tradisi Belingaran adalah segala sesuatunya berfilosofi Islam. Dan terbukti ampuh, saat ini, budaya tersebut menjadi budaya spiritual Islam Lampung dan sudah terkenal sampai kemanca negara.

Prosesi Ritual Belangiran                                                                                                                  sebelum proses Ritual dimulai, semua warga diundang, baik melaui televisi, radio dan surat kabar, bahkan masyarakat sudah tahu kalau sebelum bulan suci ramadhan, acara belingaran pasti ditradisikan.  Pada pagi hari, warga yang ikut upacara menyiapkan dulu berbagai macam peralatan ritual termasuk cek lokasi dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Sebelum berangkat ke tempat ritual, semua lapisan masyarakat berkumpul dulu di taman kota untuk menyaksikan berbagai macam pertunjukan adat istiadat lampung.                                     
            Setelah masyarakat berkumpul dan acara pertunjukan taman kota selesai, warga baris-berbaris menuju lokasi upacara Belingaran yaitu di sungai Kali Akar. Sambil melakukan nyanyian, tabuh bedug, dan sholawatan.                                                                                
           
            Sampai dilokasi ritual, warga menunggu rombongan tokoh adat dan gubernuh menuju panggung.
         
            Gubernur Lampung yaitu Sjachroedin ZP, Kapolda Lampung Brigjen Pol. Heru Winarko, Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Ir.Berlian Tihang,MM, serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Lampung, serta tokoh adat MPAL.
           
            Lalu para warga menerima pidato tentang keadaan Lampung dan mendapat motivasi beserta penghargaan.
 
Lalu dilanjutkan dengan nyanyian bersama dan bersyair ria.                             
            Puluhan muli (gadis) dan mekhanai (bujang) berjalan beriringan menuju Kali Akar. Mereka membawa satu baskom kecil berisi bunga, jeruk nipis, air bersih, dan merang atau tangkai padi. Suara riak air yang mengalir kecil mengiringi langkah para muli dan mekhanai. Sebagian muli menyeberang sungai dan lainnya duduk berjajar di sepanjang sungai.            
           
            Lalu turunlah Muli-Mekhanai kepinggir sungai untuk menyalakan arang yang sudah disiapkan dalam setiap penjuru sungai tempatnya ritual. Kemudian para muli dan mekhanai turun kedalam sungai beserta para tokoh dan gubernur.
           
            Para tokoh dan gubernur memandikan satu persatu mula-mukhanai dengan air suci mensucikan yang ada didalam gentong emas. Setelah air ritual itu habis, para muli dan mekhanai merendam di sungai  dan seluruh tubuh harus basah agar segala dosa dan kesalahannya ikut hanyut terbawa arus.
            Setelah itu, para mula dan mukhanai harus saling menyibakkan air kelawan jenisnya. Hal ini disimbolkan sebagai saling memberi cinta, saling memaafkan, menghilangkan rasa iri, dengki, amarah, sombong, dan dendam. Dalam prakteknya, sesama muda mudi harus saling menumbuhkan rasa kenal mengenal antara satu dengan lainnya, sehingga persaudaraan dan kedamaian terjalin penuh tawa dan ceria.                                                                                        
            Dalam keadaan canda tawa belangiran pun dipadukan dengan tradisi yang lain berbalas pantun, saat salih bersibak air. Berbalas pantun ini yang tidak kalah meriah. Ucapan pun yang dibaca panjang "puuuuuuuuuunnnnnn" menggema di Kali Akar dan diikuti orang yang menyaksikan belangiran. "Sengaja sikam ingsung alat belangekh mandi Ajoya alat mandi terima Kuntara Rajaniti Jemoh khadu puasa. Ganta bulangekh puuuuuuuuuunnnnnnnn " Ayo sambutlah tradisi mandi di sungai ini. Pun! (pantun ini juga dibaca saat penyerahan alat pemandian dan air suci).                                                                                                
           
            Setelah muli dan mekhanai sudah merasa senang gembira dalam canda dan tawa, maka warga yang ikut ritual juga harus menceburkan diri kedalam sungai agar ikut menjadi bersih suci jiwa dan raganya.
           
            Suara gemuruh masyarakat yang ikut beritual pun semakin gaduh. Akhirnya sungai akar banjir warga dan mulailah para tokoh untuk menyebar benih ikan dan menyebar ikan tawar yang cukup besar sebanyak kurang lebih satu ton ikan atau 300 kilu gram. Lalu, para tokoh dan gubernur juga menyebarkan ayam dan bebek masing masing berjumlah 300 untuk diperebutkan warga.                  
           
            Para warga bersorak sorai sambil memuji tuhan dan melakukan sholawatan. Kemudian warga diharuskan berebut ikan untuk meraih rezekinya, mereka menganggap sebagai simbol usaha atas rezeki yang tuhan berikan kepadanya. Dalam perebutan itu, ada yang mendapatkan ikan satu karung, ada yang sedikit dan ada yang banyak sesuai rezekinya masing-masing.                       
            Mereka para warga dan pariwisata selain bermandi suci juga mendapatkan rezeki yang berlimpah. Penyebaran ikan dan sebagainya sebagai rasa syukur dan bersih harta atau sodakoh dan zakat.                                                                                                                             
            Sebagian warga khususnya anak remaja, melakukan ritual panjat pinang yang berbarengan dengan penyebaran Ikan emas. Panjat pinang disini berbeda dengan panjat pinang pada umumnya. Acaranya dilakukan dipinggir sungai dan pinangnya ditancapkan dipinggir sungai agak menjorok kedalam sungai, hal itu dilakukan agar ketika jatuh nanti sekalian mandi suci (belangiran). Filosofinya, ketika memanjat pinang tersebut sebagai perbuatan atau tingkah laku manusia dan jatuhnya kesungai sebagai proses pembersihan diri dari salah dan dosa. Jika pemanjat pinang tersebut sudah bisa sampai ke puncak dan mendapatkan hadiah, itu berarti mereka sudah bisa mengendalikan diri dan melawan hawa nafsu. Hadiah sebagai pahala atas kerja kerasnya manusia dalam beramal dan beribadah.            
       Acara tersebut berlangsung sampai sore hari sebelum maghrib. Bagi warga yang miskin dan belum puas, dapat melaporkan diri ke taman kota untuk mendapatkan sembako dan bantuan lainnya. Sehingga mereka nantinya dalam menjalani ibadah puasa tidak kekurangan pangan.                                                                                                                         
         Setelah proses Ritual Belangiran selesai, warga berarti sudah suci dan siap menjalankan ibadah puasa, bagi warga yang tidak ikut dalam ritual tersebut, bisa melakukannya di kampungnya masing masing, baik sendiri maupun bersama-sama. Karna pada dasarnya, ritual ini bertujuan untuk bersih diri dari segala dosa dan kesalahan dan lamam rangka menyambut bulan ramadhan yang suci pula. Jadi, bisa dilakukan dimana saja, seperti kolam renang, sumur, sungai kecil dan lainnya, yang penting air yang digunakan untuk mandi suci dan mensucikan.   
      Bulan suci ramadhan menjadi puncak dalam penyambutan ritual belangiran warga setempat dan warga juga bisa memiliki acara bersih diri lainnya yaitu dengan mengunjungi makam keluarga bersama keluarga. Atau sesudah pulang belangiran warga membersihkan rumahnya masih-masih  seperti mengepel, menghilangkan lamat dan lainnya.                                     
      Dalam semua itu, warga akan mendapat kesucian diri, kesucian jiwa, kesucian harta benda, kesucian rumah dan kesucian bulan ramadhan. Dan hasilnya, keimanan mereka menjadi semakin mantap, bulan suci ramadhan pun dilalui dengan senang gembira. Selain itu, mereka dalam mengtradisikan ritual belangiran juga dapat mempererat silaturahmi antar warga. 

Kesimpulan                                                                                                                                                 
         Dalam pemakalah ini, saya menyimpulkan bahwa ajaran Islam yang membumi dapat mempengaruhi siapa saja yang bersangkutan. Transformasi dakwah seperti Belangiran, sangat effektif sekali untuk mengajak warga dalam mempertebal iman, bahkan mengajak umat lain tanpa harus mendakwahkannya. Karna secara otomatis terekspos ke warga baik dengan lisan maupun perbincangan warga dan media.                                                                                             
              Menggunakan tradisi lokal sebagai alat komunikasi dakwah bisa melesatkan nilai-nilai Islam tanpa harus bersusah payah mengajaknya memilih Islam. Mereka para warga akan sadar dengan sendirinya bahwa Islam mengajarkan ajaran yang sangat memikat, menarik dan sangat toleran sehingga dapat dengan mudah diterima oleh umat lain dari berbagai suku golongan.                    
         Bahasa sederhananya, mengikuti sambil mempengaruhi. Hal ini luar biasa sekali dan faktanya menurut nenek moyang, belangiranlah yangmenyatukan suku lampung dengan suku-suku pendatang. Hal ini tidak bisa dibantah lagi bahwa effect budaya lokal terhadap diri mereka sendiri sangat cepat dalam menyerap ajaran Islam.                                                                 
           Ritual yang bersifat religi seperti belingaran harus tetap dilestarikan atau bahkan dikembangkan lagi, sehingga bisa menarik dunia internasional dan dapat memajukan bangsa khususnya propinsi Lampung. Percayalah terhadap diri sendiri dan banggalah menjadi Islam Indonesia. Berbudaya, bermartabat dan tidak ketinggalan jaman, bahkan menyumbangkan budaya pada jaman. Salut.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar