RITUAL BELANGIRAN
SEBUAH WARISAN LELUHUR ‘TRADISI SPIRITUAL’ LAMPUNG
Oleh:
Mualifudin
Juha
Pendahuluan Islam menembus berbagai
suku budaya Indonesia, khususnya Lampung. Saya membenarkan pernyataan seperti
itu, apakah anda meragukannya? Ataukah masih ragu?. Hal ini tidak bisa
dipungkiri dari perjuangan nenek moyang kita jaman dulu, yaitu yang biasa
disebut oleh masyarakat sebagai Wali Songo.
Pada dasarnya, proses Islamisasi
model transformasi budaya lokal sudah dilakukan semenjak awal Islam itu
sendiri, sebagai mana yang dilakukan oleh Rosullullah saw dalam menyebarkan
Ajaran Islam menggunakan metode dakwah yang membumi. Yaitu menggunakan budaya
setempat sebagai tradisi yang harus dilestarikan dan mengadopsinya kedalam
ajaran Islam.
Sebagaimana
proses Islamisasi di Indonesia, jika menilik sejarahnya, Islam Indonesia lebih
condong kedalam tradisi lokal. Coba anda bandingkan dengan Islam di luar negri,
tentunya juga jauh beda dengan Islam Indonesia yang penuh dengan keunikan.
Karna memang prosesnya melalui hati ke hati berdasarkan minat masyarakat
sekitar dalam budayanya masing-masing.
Begitu
juga proses Islamisasi yang terjadi di daerah Lampung, sangat singkron sekali
anatara budaya setempat dengan ajaran Islam. Keduanya manunggal bagaikan jasad
dan ruh, tidak bisa dipisahkan dan jika itu dilakukan, maka akan mengalami
kematian jiwa. Untuk itu para ulama jaman dulu dan sampai sekarang melakukan
metode transformasi budaya lokal kedalam nila-nilai Islam.
Para ulama Lampung dalam
melakukan dakwah, mereka melakukan respon yang sangat cerdik sekali, sebuah
ajaran yang dapat membangkitkan minat warga, atau bahkan dapat menguntungkan
warganya. Dalam hal ini, penulis akan memberikan pemakalah yang berkaitan dengan Islam yang
ditransformasikan kedalam budaya lokal yaitu Ritual Belangiran.
Dalam pemakalah ini, anda akan
menemukan kolaborasi antara budaya setempat dengan ajaran Islam yang membumi.
Benarkah model seperti itu akan sangat efektif sekali dan melesat cepat dalam
mempengaruhi masyarakat? Apakah Ritual Belangiran merupakan setrategi jitu
untuk mempengaruhi penduduk lampung dalam ber Islam? Temukan jawabannya dalam
pembahasan, pahami dan pelajari secara seksama, ikuti alurnya dan rasakan
kesannya.
Ritual Belangiran dan Bulan Suci
Ramadhan
Ritual Belangiran adalah
sebuah ritual yang dilaksanakan setahun sekali, tepatnya sebelum bulan Ramadhan
dimulai. Ritual ini, dilaksanakan untuk menyambut bulan Suci Ramadhan. Ritual
Belangiran merupakan tradisi yang bertujuan menyucikan hati sebagai bekal
memasuki bulan Ramadan. Sehingga diharapkan dapat menjalankan ibadah dengan
lancar dan khusyuk tiada aral maupun rintangan.
Belangiran
sendiri berarti mandi suci atau mandi bersama untuk bersuci, atau mandi tobat dari
segala dosa selama ini. Karena ritual ini di tujukan untuk menyambut bulan suci
ramadhan, maka kita juga harus disucikan jiwa dan raganya agar tidak mengotori
bulan yang penuh dengan kesucian dan keberkahan.
Upacara Belangiran di laksanakan di
sungai Kali Akar, Kelurahan Sumur Putri, Kecamatan Teluk Betung Utara, Bandar
Lampung. Di pilihnya sungai yaitu tempat air yang mengalir, tidak lain supaya
dosa dan kesalahan kita ikut mengalir hanyut terbawa arus air yang mengalir.
Sehingga dosa dan kesalahan pun luntur dan menjadi bersih suci kembali.
Bahan-bahan untuk ritual
berdasarkan peralatan sesuci jaman dulu, seperti menyediakan kendi besar
berwarna emas, bunga tujuh rupa, air bersih suci dan mensucikan, jeruk nipis,
minyak wangi, tangkai padi, abu arang dan masih banyak lagi.
Untuk
sesajen syukuran bisa berupa ikan air tawar berton-ton jumlahnya, 300 bebek,
300 ayam kampung dan semuanya harus dalam keadaan hidup. Itu semua, nantinya
disajikan dan disebar di sungai untuk warga yang ikut Ritual Belangiran.
Jumlah
orang yang dimandikan harus 10 orang atau 5 pasang dan masih tergolong
muli-mekhanai (gadis-bujang). Setelah itu baru semua warga wajib ikut mandi.
Mengenai sesaji air yang ada di kendi besar beserta campurannya mempunyai arti tersendiri,
contohnya tangkai padi, hal itu dimaksudkan supaya nanti dalam bulan puasa
tidak kekurangan dan tidak kelaparan dan akhirnya kuat menjalankan ibadah
puasa.
Belangiran
menjadi tradisi yang sengat menyenangkan dan penuh sukacita. Muli dan mekhanai
serta masyarakat begitu menikmati mandi di kali yang sudah sangat jarang
dilakukan. Mereka saling menyibakkan air dan bercanda dengan yang lain.
Sukacita ini juga berarti rasa senang menyambut kadatangan Ramadan.
Puasa menjadi bulan yang sangat
dinanti, khususnya untuk umat Islam dan umumnya untuk umat lain karna acara
ritual ini dilakukan oleh semua lapisan masyarakat, baik dari pejabat,
masyarakat, wisatawan bahkan beda agama ikut serta. Meskipun Tradisi
bulangekhan kental dengan nuansa Islam dan Kesenian yang disajikan pun kesenian
islami, hadrah. Bershalawat diiring musik dan tari yang semuanya dilakukan
dengan adat Lampung.
Para penari atau rodat pun menampilkan tarian ceria yang lucu. Mereka bergerak
lelucon dan memakai kacamata hitam, menambah kesan kocak. belangiran ini harus
kembali menjadi tradisi di semua kabupaten dan kota di Lampung. Adat mandi
menjelang puasa ini bisa menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara sekaligus
mengenalkan Islam Indonesia yang rahmatan lil ‘alamiin.
Jika
anda ingin menyaksikan langsung, anda bisa datang langsung ketempat, karna
acara ritual ini untuk umum juga, bahkan turis luarpun diperbolehkan ikut serta.
Sejarah Konsepsi Ritual Belangiran
Ritual Belangiran yang
begitu Relegius ini sudah ada semenjak pertama kali Islam masuk ke Tanah
Lampung, bahkan sebelum Islam masuk, tradisi madi bersama sudah dilakukan. Para
leluhur, dulunya melakukan tradisi ini untuk mandi bersama khususnya kaum mali
(mudi). Mereka selalu mandi bersama di sungai-sungai untuk mandi dan mencuci,
lalu pulang pun bersama-sama pula.
Penulis
tidak menyebutkan kapan tepatnya tradisi Belangiran dilaksanakan, yang jelas
tradisi tersebut merupakan warisan turun-temurun dari leluhur. Dulunya memang
sering digunakan untuk bermasiat oleh para pemuda dengan memberi sajen kepada
buaya dan ritual rendaman. Bukan hanya itu, para muda mudi biasa melakukan
mesra-mesraan untuk berpacaran disungai dan bercanda ria saling menyibakkan air
satu sama lain. Lalu oleh para wali (ulama) dimodifikasi agar kebiasaan
tersebut terus dilestarikan dan ditanamlah nilai-nilai Islam. Dalam
perkembangannya, tradisi tersebut hanya dilakukan setahun sekali dan digunakan
khusus untuk menyambut bulan suci ramadhan.
Dalam masa kini, tradisi Belingaran
diperbaiki konsepnya. Yaitu ditambah dengan menghadirkan kesenian dan budaya
lokal seperti melakukan syairan, membaca puisi, menyanyi, menari, panjat
pinang, sebar ikan, dan masih banyak lagi. Inti dalam tradisi Belingaran adalah
segala sesuatunya berfilosofi Islam. Dan terbukti ampuh, saat ini, budaya
tersebut menjadi budaya spiritual Islam Lampung dan sudah terkenal sampai
kemanca negara.
Prosesi Ritual Belangiran sebelum proses Ritual
dimulai, semua warga diundang, baik melaui televisi, radio dan surat kabar,
bahkan masyarakat sudah tahu kalau sebelum bulan suci ramadhan, acara
belingaran pasti ditradisikan. Pada pagi
hari, warga yang ikut upacara menyiapkan dulu berbagai macam peralatan ritual
termasuk cek lokasi dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Sebelum berangkat ke
tempat ritual, semua lapisan masyarakat berkumpul dulu di taman kota untuk
menyaksikan berbagai macam pertunjukan adat istiadat lampung.
Setelah masyarakat berkumpul dan
acara pertunjukan taman kota selesai, warga baris-berbaris menuju lokasi
upacara Belingaran yaitu di sungai Kali Akar. Sambil melakukan nyanyian, tabuh
bedug, dan sholawatan.
Sampai dilokasi ritual, warga
menunggu rombongan tokoh adat dan gubernuh menuju panggung.
Gubernur Lampung yaitu Sjachroedin
ZP, Kapolda Lampung Brigjen Pol. Heru Winarko, Sekretaris Daerah Provinsi
Lampung Ir.Berlian Tihang,MM, serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov
Lampung, serta tokoh adat MPAL.
Lalu para warga menerima pidato
tentang keadaan Lampung dan mendapat motivasi beserta penghargaan.
Lalu dilanjutkan dengan nyanyian
bersama dan bersyair ria.
Puluhan muli (gadis) dan mekhanai
(bujang) berjalan beriringan menuju Kali Akar. Mereka membawa satu baskom kecil
berisi bunga, jeruk nipis, air bersih, dan merang atau tangkai padi. Suara riak
air yang mengalir kecil mengiringi langkah para muli dan mekhanai. Sebagian
muli menyeberang sungai dan lainnya duduk berjajar di sepanjang sungai.
Lalu turunlah Muli-Mekhanai
kepinggir sungai untuk menyalakan arang yang sudah disiapkan dalam setiap
penjuru sungai tempatnya ritual. Kemudian para muli dan mekhanai turun kedalam
sungai beserta para tokoh dan gubernur.
Para tokoh dan gubernur
memandikan satu persatu mula-mukhanai dengan air suci mensucikan yang ada
didalam gentong emas. Setelah air ritual itu habis, para muli dan mekhanai
merendam di sungai dan seluruh tubuh
harus basah agar segala dosa dan kesalahannya ikut hanyut terbawa arus.
Setelah
itu, para mula dan mukhanai harus saling menyibakkan air kelawan jenisnya. Hal
ini disimbolkan sebagai saling memberi cinta, saling memaafkan, menghilangkan
rasa iri, dengki, amarah, sombong, dan dendam. Dalam prakteknya, sesama muda
mudi harus saling menumbuhkan rasa kenal mengenal antara satu dengan lainnya,
sehingga persaudaraan dan kedamaian terjalin penuh tawa dan ceria.
Dalam keadaan canda tawa belangiran
pun dipadukan dengan tradisi yang lain berbalas pantun, saat salih bersibak
air. Berbalas pantun ini yang tidak kalah meriah. Ucapan pun yang dibaca
panjang "puuuuuuuuuunnnnnn" menggema di Kali Akar dan diikuti orang
yang menyaksikan belangiran. "Sengaja sikam ingsung alat belangekh mandi
Ajoya alat mandi terima Kuntara Rajaniti Jemoh khadu puasa. Ganta bulangekh
puuuuuuuuuunnnnnnnn " Ayo sambutlah tradisi mandi di sungai ini. Pun!
(pantun ini juga dibaca saat penyerahan alat pemandian dan air suci).
Setelah muli dan mekhanai sudah
merasa senang gembira dalam canda dan tawa, maka warga yang ikut ritual juga
harus menceburkan diri kedalam sungai agar ikut menjadi bersih suci jiwa dan
raganya.
Suara gemuruh masyarakat yang ikut
beritual pun semakin gaduh. Akhirnya sungai akar banjir warga dan mulailah para
tokoh untuk menyebar benih ikan dan menyebar ikan tawar yang cukup besar sebanyak
kurang lebih satu ton ikan atau 300 kilu gram. Lalu, para tokoh dan gubernur
juga menyebarkan ayam dan bebek masing masing berjumlah 300 untuk diperebutkan warga.
Para warga bersorak sorai sambil
memuji tuhan dan melakukan sholawatan. Kemudian warga diharuskan berebut ikan
untuk meraih rezekinya, mereka menganggap sebagai simbol usaha atas rezeki yang
tuhan berikan kepadanya. Dalam perebutan itu, ada yang mendapatkan ikan satu
karung, ada yang sedikit dan ada yang banyak sesuai rezekinya masing-masing.
Mereka para warga dan pariwisata
selain bermandi suci juga mendapatkan rezeki yang berlimpah. Penyebaran ikan
dan sebagainya sebagai rasa syukur dan bersih harta atau sodakoh dan zakat.
Sebagian warga khususnya anak
remaja, melakukan ritual panjat pinang yang berbarengan dengan penyebaran Ikan
emas. Panjat pinang disini berbeda dengan panjat pinang pada umumnya. Acaranya
dilakukan dipinggir sungai dan pinangnya ditancapkan dipinggir sungai agak
menjorok kedalam sungai, hal itu dilakukan agar ketika jatuh nanti sekalian
mandi suci (belangiran). Filosofinya, ketika memanjat pinang tersebut sebagai
perbuatan atau tingkah laku manusia dan jatuhnya kesungai sebagai proses
pembersihan diri dari salah dan dosa. Jika pemanjat pinang tersebut sudah bisa
sampai ke puncak dan mendapatkan hadiah, itu berarti mereka sudah bisa
mengendalikan diri dan melawan hawa nafsu. Hadiah sebagai pahala atas kerja kerasnya
manusia dalam beramal dan beribadah.
Acara
tersebut berlangsung sampai sore hari sebelum maghrib. Bagi warga yang miskin
dan belum puas, dapat melaporkan diri ke taman kota untuk mendapatkan sembako
dan bantuan lainnya. Sehingga mereka nantinya dalam menjalani ibadah puasa
tidak kekurangan pangan.
Setelah
proses Ritual Belangiran selesai, warga berarti sudah suci dan siap menjalankan
ibadah puasa, bagi warga yang tidak ikut dalam ritual tersebut, bisa
melakukannya di kampungnya masing masing, baik sendiri maupun bersama-sama.
Karna pada dasarnya, ritual ini bertujuan untuk bersih diri dari segala dosa
dan kesalahan dan lamam rangka menyambut bulan ramadhan yang suci pula. Jadi,
bisa dilakukan dimana saja, seperti kolam renang, sumur, sungai kecil dan
lainnya, yang penting air yang digunakan untuk mandi suci dan mensucikan.
Bulan suci ramadhan menjadi puncak
dalam penyambutan ritual belangiran warga setempat dan warga juga bisa memiliki
acara bersih diri lainnya yaitu dengan mengunjungi makam keluarga bersama
keluarga. Atau sesudah pulang belangiran warga membersihkan rumahnya
masih-masih seperti mengepel,
menghilangkan lamat dan lainnya.
Dalam
semua itu, warga akan mendapat kesucian diri, kesucian jiwa, kesucian harta
benda, kesucian rumah dan kesucian bulan ramadhan. Dan hasilnya, keimanan
mereka menjadi semakin mantap, bulan suci ramadhan pun dilalui dengan senang
gembira. Selain itu, mereka dalam mengtradisikan ritual belangiran juga dapat
mempererat silaturahmi antar warga.
Kesimpulan
Dalam pemakalah ini, saya
menyimpulkan bahwa ajaran Islam yang membumi dapat mempengaruhi siapa saja yang
bersangkutan. Transformasi dakwah seperti Belangiran, sangat effektif sekali
untuk mengajak warga dalam mempertebal iman, bahkan mengajak umat lain tanpa
harus mendakwahkannya. Karna secara otomatis terekspos ke warga baik dengan
lisan maupun perbincangan warga dan media.
Menggunakan
tradisi lokal sebagai alat komunikasi dakwah bisa melesatkan nilai-nilai Islam
tanpa harus bersusah payah mengajaknya memilih Islam. Mereka para warga akan
sadar dengan sendirinya bahwa Islam mengajarkan ajaran yang sangat memikat,
menarik dan sangat toleran sehingga dapat dengan mudah diterima oleh umat lain
dari berbagai suku golongan.
Bahasa sederhananya, mengikuti
sambil mempengaruhi. Hal ini luar biasa sekali dan faktanya menurut nenek
moyang, belangiranlah yangmenyatukan suku lampung dengan suku-suku pendatang.
Hal ini tidak bisa dibantah lagi bahwa effect budaya lokal terhadap diri mereka
sendiri sangat cepat dalam menyerap ajaran Islam.
Ritual
yang bersifat religi seperti belingaran harus tetap dilestarikan atau bahkan
dikembangkan lagi, sehingga bisa menarik dunia internasional dan dapat
memajukan bangsa khususnya propinsi Lampung. Percayalah terhadap diri sendiri
dan banggalah menjadi Islam Indonesia. Berbudaya, bermartabat dan tidak
ketinggalan jaman, bahkan menyumbangkan budaya pada jaman. Salut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar