Tradisi Lebaran Ketupat dan lepet (Bodho Kecil)
di Desa Grabag, Purwodadi
oleh:
Miftahul
Jannah
12020023
Progam Studi Akhlaq Tasawuf
Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran
Pendahuluan
Islam masuk ke Indonesia
ini tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada berbagai cara yang
dilakukan para Ulama untuk menyebarkan agama Islam. Salah satu cara yang
dilakukan oleh para Ulama adalah dengan menyebarkan agama Islam melalui
Kebudayaan. Para Ulama disini tidak mengganti kebudayaan dalam masyarakat
tersebut, namun para Ulama memasukkan nilai-nilai Islam didalamnya. Salah satu
kebudayaan yang ada di desa saya adalah Bodho kecil (lebaran ketupat). Yang beda dalam desa saya
ini tidak ada hanya ketupat, tapi juga ada lepet yaitu yang dibuat dari janur
yang masih muda.
Lebaran ketupat (Bodho Kechil) merupakan salah satu hasil akulturasi kebudayaan Indonesia dengan Islam.
Lebaran ketupat atau yang dikenal dengan istilah lain syawalan sudah
menjadi tradisi masyarakat Indonesia di berbagai daerah, dari mulai Jawa,
Madura, Sumatera, Kalimantan dan lainnya. Lebaran ketupat disemua daerah yang
melaksanakannya, pelaksanaannya sama yaitu pada hari ketujuh setelah Hari Raya
Idul Fitri. Lebaran ketupat hanya bisa dijumpai di masyarakat Indonesia dengan
tujuan pelaksanaannya sama seperti tujuan berhari Raya Idul Fitri, yaitu saling
mema’afkan dan bersilaturahim.
Tradisi lebaran ketupat yang ada di desa saya diselenggarakan pada hari ke tujuh bulan syawal juga merupakan tradisi
khas Indonesia yang biasa disebut sebagai “hari raya kecil” setelah melakukan
puasa syawal selama 6 hari atau puasa kecil dibandingkan dengan Idul Fitri yang
didahului puasa Ramadhan selama 1 bulan. Sesuai dengan sunnah nabi, setelah
memperingati Idul Fitri, umat Islam disunnahkan puasa selama 6 hari, yang bagi
umat Islam di Indonesia kemudian diperingati sebagai Lebaran Ketupat atau
Syawalan. Tradisi lebaran ketupat awal mulanya berasal dari orang Jawa,
kemudian tradisi ini menyebar ke seluruh pelosok nusantara yang dibawa oleh
orang Jawa sehingga menjadi tradisi yang menasional. Makna tradisi lebaran
ketupat ini sangat dalam sekali bagi orang Jawa, mengandung filosofis kehidupan
yang berharga.
Makna Istilah Lebaran, Ketupat dan Lepet.
1.
Lebaran
Lebaran merupakan istilah
yang sering dipakai masyarakat dalam menyambut hari Raya Idul Fitri. Lebaran
sendiri berasal dari akar kata bahasa Jawa “Lebar” yang berarti selesai,
sudah berlalu. Maksud kata “lebar” disini adalah sudah berlalunya bulan
Ramadhan, selesainya pelaksanaan ibadah puasa wajib pada bulan Ramadhan hingga
tibalah waktunya masuk bulan Syawal.
Pada awal bulan Syawal
inilah dilaksanakan Hari Raya Idul Fitri, orang Jawa biasa menyebutnya dengan
istilah “Riyaya” atau “Badha”. Riyaya merupakan istilah
untuk lebih mempersingkat kata hari raya sedangkan istilah badha berasal
dari Bahasa Arab dari akar kata ba’da yang berarti setelah, selesai.
Kata badha maupun lebaran mempunyai persamaan arti, yaitu
selesainya pelaksanaan ibadah puasa, maka tibalah waktunya berhari raya Idul
Fitri. Istilah lebaran sudah menjadi istilah nasional, yang diartikan oleh
masyarakat Indonesia sebagai Hari Raya Idul Fitri.


2. Ketupat
Ketupat atau kupat adalah
hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan selongsong terbuat dari anyaman daun kelapa (janur). Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa. Makanan ini sudah menjadi makanan khas masyarakat Indonesia dalam
menyambut hari Raya Idul Fitri.
Ada dua bentuk ketupat
yaitu kepal (lebih umum) dan jajaran genjang. Masing-masing bentuk memiliki
alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang
berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Singapura dan Brunei.
Biasanya ketupat
disuguhkan dengan opor ayam, rendang dan masakan-masakan khas masing-masing
daerah yang mengandung santan.


3. Lepet
Lepet adalah suatu makanan yang dibuat dari
janursedang dari sisi penyimbolan,dipilihnya janur karena janur biasa digunakan
masyarakat Jawa alam suasana suka cita.Umumnya,dipasang saat ada pesta
pernikahan atau momen menggembirakan lainnya.Janur dalam bahasa Arab berasal
dari kata Jaa Nur artinya telah datang cahaya.Sebuah harapan cahaya menuju
rahmat Allah SWT,sehingga terwujud negeri khususnya Kabupaten Grobogan tercinta
yang makmur dan penuh berkah.
Sedang isinya,dpilih beras baik-baik yang dimasak jadi satu sehingga membentuk gumpalan beras yang sangat kempel.Ini mempunyai makns tersendiri,yakni makna kebersamaan.
Sedang isinya,dpilih beras baik-baik yang dimasak jadi satu sehingga membentuk gumpalan beras yang sangat kempel.Ini mempunyai makns tersendiri,yakni makna kebersamaan.


Asal Mula Tradisi Lebaran Ketupat dan lepet
Lebaran ketupat murni berasal dari
tanah Jawa, sejak pemerintahan Paku Boewono IV. Sebuah kearifan lokal yang
hanya dilakukan di Indonesia. Sama halnya dengan tradisi halal bihalal.
Tradisi lebaran ketupat yang disertai dengan acara halal bihalal tidak
ditemukan di negara lain selain di Indonesia
Lebaran ketupat ini di masayarakat Jawa dikenal dengan istilah Syawalan,
dimana waktunya bertepatan dengan bulan Syawal. Lebaran ketupat juga dinamai
dengan istilah Badha Kupat. Lebaran ketupat dilaksanakan tepat pada hari
ketujuh pada bulan Syawal.
Masyarakat Jawa dikenal dengan tingkat religiusitas yang tinggi. Pada
masyarakat selain Jawa, setelah sholat Ied mungkin mereka melakukan aktivitas
kegiatan seperti hari-hari biasanya. Pada masyarakat Jawa, setelah sholat Ied,
mereka biasanya melakukan kegiatan silaturahim ke sanak famili, saudara,
tetangga dekat dan sekitar lingkungan mereka. Sehari setelah Hari Raya Idul
Fitri atau lebaran, umumnya mereka melaksanakan puasa sunnah bulan Syawal.
Puasa sunnah Syawal dilaksanakan sampai enam hari, setelah itu mereka
mengadakan acara halal bihalal (ma’af mema’afkan) dan bersilaturahim dengan
kerabat dekat maupun jauh.
Acara silaturahim ini umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa dimana yang
muda mengunjungi yang lebih tua. Hal ini mencerminkan pandangan hidup orang
Jawa, bahwa orang hidup harus tepa selira, unggah-ungguh (tahu tata krama dan
sopan santun). Biasanya yang muda membawa makanan khas ketupat dengan lauk opor
ayam yang akan diberikan kepada kerabat yang lebih tua. Makanan ini nantinya
akan disantap bersama-sama dengan kerabat. Makanan ketupat inilah yang menjadi
ciri khas pada lebaran ketupat, sehingga hampir dipastikan di tiap keluarga
masyarakat Jawa akan menghidangkan suguhan ketupat dengan lauknya opor ayam dan
sambal goreng setiap lebaran ketupat tiba.
Tradisi lebaran ketupat menyebar ke luar tanah Jawa dibawa oleh orang-orang
Jawa yang merantau ke luar pulau, bahkan ke luar negeri. Tradisi lebaran
ketupat hingga akhirnya dikenal oleh masyarakat diluar Jawa dan menjadi tradisi
yang menasional, hampir di tiap daerah terdapat tradisi yang sejenis dengan
tradisi lebaran ketupat tak terkecuali di luar negeri
yang ada orang Jawanya.
Makna Filosofi
Lebaran Ketupat dan lepet
Masyarakat Jawa Khususnya Masyarakat desa Grabag mempercayai Sunan Kalijaga
yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “ketupat” atau “kupat”
berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui
kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama muslim diharapkan mengakui kesalahan
dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat
tersebut. Makanan ketupat menjadi simbol
dalam masyarakat Jawa, sehingga orang yang bertamu akan disuguhi ketupat pada
hari lebaran dan diharuskan memakannya sebagai pertanda sudah rela dan saling
mema’afkan.
Di desa Grabag, ketupat masih dibuat sendiri oleh tangan-tangan terampil
para ibu dan gadis, namun di daerah perkotaan yang sudah sulit untuk memperoleh
janur atau daun kelapa yang masih muda, ketrampilan ini sudah hilang dan
masyarakat lebih suka membeli selongsong ketupat di pasar atau bahkan membeli
dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu ketupat tersebut diantarkan kepada
sanak saudara sebagai lambang permohonan maaf dan silaturrahmi.
Pada saat hari lebaran ketupat, ketupat yang dijadikan makanan khas pada
masyarakat Jawa sebagai simbol bahwa semua orang Jawa mengaku salah (ngaku
lepat). Dalam setahun, orang saling berebut ”benar”. Anehnya, dalam
suasana Idul Fitri, semua orang saling berebut untuk menyatakan lepat
(salah). Sebuah kondisi yang fitrah, yang muda menyampaikan lepat. Namun, yang
tua tidak langsung mengiyakan, tetapi dengan diikuti kalimat, ”wong tuwa uga
akeh lupute” (orang tua juga banyak salahnya). Hal ini tidak hanya terjadi
dalam tatanan keluarga saja, tetapi berlaku juga dalam tatanan struktur
pemerintahan. Pejabat golongan strata atau pangkat yang lebih tinggi juga
menyampaikan hal ini kepada pejabat yang pangkatnya lebih rendah atau stafnya. Mereka semua mengaku salah.
Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus
yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Janur
artinya sejatine nur (cahaya) yang melambangkan kondisi manusia dalam keadaan
suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) selama bulan Ramadhan. Jadi, makna
dari lebaran ketupat adalah kesucian lahir batin yang dimanifestasikan
dalam tujuan hidup yang esensial.
Sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat
lima pancer”, yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu
kembali kepada Allah. Kiblat papat lima pancer ini, dapat juga diartikan
sebagai empat macam nafsu manusia, yaitu amarah, yakni nafsu emosional, aluamah
atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah adalah nafsu untuk memiliki
sesuatu yang indah, dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri. Keempat nafsu ini
yang ditaklukkan orang selama berpuasa. Jadi, dengan memakan ketupat orang
disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut. Sebagian masyarakat
juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam
kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan
kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi
ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya.
Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun
ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah
satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang
mempunya makna “pangapunten” alias memohon maaf. Saking dekatnya kupat
dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul
Fitri :
Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)
Pada masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah
jarang ditemukan. Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala (jimat), yaitu
dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan
rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan
berbulan-bulan sampai kering. Masyarakat di daerah tersebut masih memegang
tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa, sehingga ketupat hanya
disajikan sewaktu lebaran dan hingga sepekan sesudahnya. Demikian pesan moral yang hendak disampaikan Lebaran ketupat kepada umat
Islam, yang semuanya diyakini merupakan tuntunan yang luhur untuk bagaimana
menajdi pribadi yang baik dan luhur di kemudian hari. Ada istilah ‘sayur tanpa
garam akan terasa hambar” Demikian kiranya masyarakat Jawa memaknai Idul Fitri
tanpa Lebaran ketupat, lebaran ketupat merupakan tradisi baik yang telah lama
mengakar kuat dalam benak masyarakat muslim Jawa. Harapanya tradisi yang telah
lama terjaga ini tetap bisa dilestarikan, dengan begitu mampu menjadi salah
satu budaya keislaman yang tidak punah dari tanah jawa.
Sedangkan makna filosofi dari lepet adalah, yang bermakna telah datang cahaya.
Sedangkan masyarakat jawa mengartikan “sejatine nur” cahaya, dalam arti luas
manusa telah mandapat pencerahan cahaya dari bulan ramadhan.
Prosesi Acara




Prosesi acara ini dilaksanakan pada Syawal ke-7 tepatnya pada pagi hari jam
6 pagi. Sebelum mengadakan lebaran ketupat ini sebelumnya ibu-ibu sudah memasah
ketupat dan lepet dua hari sebelum acara, sebab proses pemasakan membutuhkan
waktu yang sangat lama. Acara lebaran di desa saya diadakan dirumah kadus desa
atau bisa disebut tokoh desa Grabag.
Setelah seluruh desa
Grabag berkumpul di desa rumah pak kadus, acara dimulai dengan bacaan tahlilan
serta bacaan-bacaan yang lain. Acara Bodho Kecil ini sepenuhnya diikuti oleh
kaum laki-laki, dan hampir tidak ada kaum perempuan. Kalaupun ada itupun Cuma
anak-anak yang mengikutinya. Semua per-orang membawa kopat lepet dan sayur
mereka masing-masing. Setelah pembacan Tahlil serta Do’a-Do’a selesai mulailah
mereka menyantap hidangan mereka masing-masing. Yang unik disini kopat dan
lepet mereka dituker antar warga, tujuannya agar semakin akrab antar
masyarakat.
Setelah acara selesai,
menurut kepercayaan nenek moyang desa Grabag (Purwodadi) lepet dan kopat itu di
taruh (dicentelkan) diatas pintu maupun jendela, menurut kepercayaan itu bagian
untuk kerabat keluarga yang sudah meninggal.
Kesimpulan
Di berbagai daerah tentunya mempunyai tradisi
maupun kebudayaan masing-masing, yang mungkin tradisi tersebut membawa nama
baik desa maupun kota tersebut. Kebudayaan di masyarakat tentunya banyak
sekali, salah satu kebudayaan yang menjadi kebanggaan masyarakat Grabag, adalah
Bodho Kecil, yang sampai sekarang masih terlaksana. Walaupun acara terebut
sangatlah sederhana namun yang penting masyarakat bisa merasakan maknanya dari
lebaran ketupat dan lepet tersebut, dan acara ini adalah salah satu untuk memper erat tali silaturahmi
masyarakat Grabag.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)